Selasa, 10 Mei 2011

Teknik tubektomi


Tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba Falloppii wanita. Metoda dengan cara operasi tersebut di atas telah dikenal sejak zaman dahulu. Hippocrates menyebut bahwa tindakan itu dilakukan terhadap orang dengan penyakit jiwa. Sekarang tindakan tubektomi dilakukan secara sukarela dalam rangka keluarga berencana.

TUBEKTOMI
Dahulu tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan vaginal. Sekarang, dengan alas-alas dan teknik baru, tindakan ini diselenggara¬kan secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana di banyak negara di duma. Di Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), yang membina perkem¬bangan metode dengan operasi (M.0) atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana di Indonesia.
Keuntungan tubektomi ialah :
1) motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang
2) efektivitas hampir 100%
3) tidak mempengaruhi libido seksualis
4) kegagalan dari pihak pasien (patient's failure) tidak ada.
Sehubungan dengan waktu melakukan metode dengan operasi, dapat dibedakan antara m.o. postpartum dan m.o. dalam interval. Tubektomi post¬partum dilakukan satu hari setelah partus.
Tindakan yang dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba Falloppii terdiri atas pembedahan transabdominal seperti laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi dan pembedahan transvaginal, seperti kolpotomi posterior, kuldoskopi, serta pembedahan transservikal (trans-uterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.
Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan berbagai macam tindakan operatif, seperti cara Pomeroy, cara Irving, cara Uchida, cara Kroener, cara Aldridge. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong. Di samping cara-cara tersebut di atas, penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba dengan clips, Falope ring, Yoon ring, dan lain-lain.

Indikasi metode dengan operasi (M.0)
Metode dengan operasi dewasa ini dijalankan atas dasar sukarela dalam rangka keluarga berencana. Kerugiannya ialah bahwa tindakan ini dapat dianggap tidak reversibel, walaupun sekarang ada kemungkinan untuk membuka tuba kembali paas mereka yang akhirnya masih menginginkan anak lagi dengan operasi rekanalisasi. Oleh karena itu, penutupan tuba hanya dapat dikerjakan pada mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Seminar Kuldoskopi Indonesia pertama di Jakarta (18-19 Desember 1972) mengambil kesimpulan, sebaiknya tubektomi sukarela dilakukan pada wanita yang memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup
2. Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup
3. Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup,

Pada konperensi khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia di Medan (3-5 Juni 1976) dianjurkan pada umur antara 25-40 tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut:
1. Umur antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih.
2. Umur antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih.
3. Umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih.
Umur suami hendaknya sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali apabila jumlah anak telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan itu. Di bagian Obstetri/Ginekologi Fakultas Kedokteran USU/RSUPP Medan, berhubung dengan tingginya angka kematian perinatal dan bayi, serta pentingnya anak lelaki bagi beberapa suku di Sumatera Utara digunakan rumus 120 yang disesuaikan dengan persyaratan sterilisasi sukarela. Dengan ini, syarat untuk sterilisasi ialah umur wanita x jumlah anak hidup dengan paling sedikit 1 anak laki-laki, harus tidak kurang dari 120, dengan umur wanita terendah 25 tahun. Rumus 120 tersebut, dewasa ini tidak begitu dipegang teguh lagi sehubungan dengan beratnya tekanan pertumbuhan penduduk.

Tindakan pendahuluan guna penutupan tuba
Laparotomi
Tindakan ini tidak dilakukan lagi sebagai tindakan khusus guna tubektomi. Di sini penutupan tuba dijalankan sebagai tindakan tambahan apabila wanita yang bersangkutan perlu dibedah untuk keperluan lain. Misalnya, pada wanita yang perlu dilakukan seksio sesarea, kadang-kadang tuba kanan dan kiri ditutup apabila tidak diinginkan bahwa ia hamil lagi.
Laparotomi postpartum
Laparotomi ini dilakukan satu hari postpartum. Keuntungannya ialah bahwa waktu perawatan nifas sekaligus dapat digunakan untuk perawatan pascaopera¬si, dan oleh karena uterus masih besar, cukup dilakukan sayatan kecil dekat fundus uteri untuk mencapai tuba kanan dan kiri. Sayatan dilakukan dengan sayatan semi lunar (bulan sabit) di garis tengah distal dari pusat dengan panjang kurang-lebih 3 cm dan penutupan tuba biasanya diselenggarakan dengan cara Pomeroy.
Minilaporotomi
Laparotomi mini dilakukan dalam mass interval. Sayatan dibuat di garis tengah di atas simfisis sepanjang 3 cm sampai menembus peritoneum. Untuk mencapai tuba dimasukkan alas khusus (elevator uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan bantuan alas ini uterus bilamana dalam retrofleksi dijadikan letak antefleksi dahulu dan kemudian didorong ke arah lubang sayatan. Kemudian, dilakukan penutupan tuba dengan salah satu cara.
Laparoskopi
Mula-mula dipasang cunam serviks pada bibir depan porsio uteri, dengan maksud supaya kelak dapat menggerakkan uterus jika hal itu diperlukan pada waktu laparoskopi. Setelah dilakukan persiapan seperlunya, dibuat sayatan kulit di bawah pusat sepanjang lebih 1 cm. Kemudian, di tempat luka tersebut dilakukan pungsi sampai rongga peritoneum dengan jarum khusus (jarum Veres), dan melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan CO2 sebanyak 1 sampai 3 liter dengan kecepatan kira-kira 1 liter permenit. Setelah pneumoperitoneum dirasa cukup, jarum Veres dikeluarkan dan sebagai gantinya dimasukkan troikar (dengan tabungnya). Sesudah itu, troikar diangkat dan dimasukkan laparoskopi melalui tabung. Untuk memudahkan penglihatan uterus dan adneks, penderita diletakkan dalam posisi Trendelenburg dan uterus digerakkan melalui cunam serviks pada porsio uteri. Kemudian, dengan cunam yang masuk dalam rongga peritoneum bersama-sama dengan laparoskop, tuba dijepit dan dilakukan penutupan tuba dengan kauterisasi, atau dengan memasang pada tuba cincin Yoon atau cincin Falope atau clip Hulka. Berhubung dengan kemungkinan komplikasi yang lebih besar pada kauterisasi, sekarang lebih banyak digunakan cara-cara yang lain.
Kuldoskopi
Wanita ditempatkan pada posisi menungging (posisi genupektoral) dan setelah spekulum dimasukkan dan bibir belakang serviks uteri dijepit dan uterus ditarik ke luar dan agak ke atas, tampak kavum Douglasi mekar di antara ligamentum sakro-Aterinum kanan dan kiri sebagai tanda bahwa tidak ada perlekatan. Dilakukan pungsi dengan jarum Touhy di belakang uterus, dan melalui jarum tersebut udara masuk dan usus-usus terdorong ke rongga perut. Setelah jarum diangkat, lubang diperbesar, sehingga dapat dimasukkan kuldoskop. Melalui kuldoskop dilakukan pengamatan adneksa dan dengan cunam khusus, tuba dijepit dan ditarik ke luar untuk dilakukan penutupannya dengan cara Pomeroy, cara Kroener, kauterisasi, atau pemasangan cincin Falope.


Cara penutupan tuba
Cara Madlener
Bagian tengah dari tuba diangkat dengan cunam Pean, sehingga terbentuk suatu lipatan terbuka. Kemudian, dasar dari lipatan tersebut dijepit dengan cunam kuat-kuat, dan selanjutnya dasar itu diikat dengan benang yang tidak dapat diserap. Pada cara ini tidak dilakukan pemotongan tuba. Sekarang cara Madlener tidak dilakukan lagi oleh karena angka kegagalannya relatif tinggi, yaitu 1% sampai 3%.
Cara Pomeroy
Cara Pomeroy banyak dilakukan. Cara ini dilakukan dengan mengangkat bagian tengah dari tuba sehingga membentuk suatu lipatan terbuka, kemudian dasarnya, diikat dengan benang yang dapat diserap, tuba di atas dasar itu dipotong. Setelah benang pengikat diserap, maka ujung-ujung tuba akhirnya terpisah satu sama lain. Angka kegagalan berkisar antara 0-0,4%.
Cara Irving
Pada cara ini tuba dipotong antara dua ikatan benang yang dapat diserap, ujung
proksimal dari tuba ditanamkan ke dalam, miometrium, sedangkan ujung distal ditanamkan ke dalam ligamentum latum.
Cara Aldridge
Peritoneum dari ligamentum Tatum dibuka dan kemudian tuba bagian distal bersama-sama dengan fimbria ditanam ke dalam ligamentum latum.
Cara Uchida
Pada cara ini tuba ditarik ke luar abdomen melalui suatu insisi kecil (minilaparotomi) di atas simfisis pubis. Kemudian di daerah ampulla tuba dilakukan suntikan dengan larutan adrenalin dalam air garam di bawah serosa tuba. Akibat suntikan ini, mesosalping di daerah tersebut mengembung. Lalu dibuat sayatan kecil di daerah yang kembung tersebut. Serosa dibebaskan dan tuba sepanjang kira-kira 4-5 cm; tuba dicari dan setelah ditemukan dijepit, diikat, lalu digunting. Ujung tuba yang proksimal akan tertanam dengan sendirinya di bawah serosa, sedangkan Ujung tuba yang distal dibiarkan berada di luar serosa. Luka sayatan dijahit secara kantong tembakau. Angka kegagalan cara ini adalah 0.
Cara Kromer
Bagian fimbria dari tuba dikeluarkan dari lubang operasi. Suatu ikatan dengan benang sutera dibuat melalui bagian mesosalping di bawah fimbria. jahitan ini diikat dua kali, satu mengelilingi tuba dan yang lain mengelilingi tuba sebelah proksimal dari jahitan sebelumnya. Seluruh finbria dipotong. Setelah pasti tidak ada perdarahan, maka tuba dikembalikan ke dalam rongga perut.
Teknik ini banyak digunakan. Keuntungan cara ini antara lain ialah sangat kecilnya kemungkinan kesalahan mengikat ligamentum rotundum. Angka kegagalan 0,19%.


>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar