Sabtu, 07 Mei 2011

Carcinoma serviks


Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.Karsinoma serviks biasanya timbul pada zona transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel sel kolumnar.

Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara  berkembang.

Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang.

Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.

Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker servik merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secara drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh Papanikolau. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.

Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.

Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya penyebaran penyakit melalui sistem stadium.

ETIOLOGI
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetic yang tidak dapat diperbaiki ini akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini.

Penyebab utama kanker serviks ini adalah infeksi virus HPV ( Human Papilloma Virus ). Lebih dari 90 % kanker jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Factor lain yang berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual yang terlalu  muda ( <16 tahun ), jumlah pasangan seksual yang tinggi ( >4 orang ), dan adanya riwayat infeksi berpapil. Karena hubungannya yang erat dengan infeksi HPV, wanita yang mendapat atau menggunakan penekanan kekebalan (immunosuppressive) dan penderita HIV beresiko menderita kanker serviks.

Bahan karsinogenik dari tembakau juga dapat dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi maligna.

American Cancer Society menyebutkan beberapa factor resiko antara lain infeksi HPV, merokok, infeksi HIV, infeksi clamydia, dietary factor, kontrasepsi hormonal, kehamilan multiple, pemakaian obat-obat hormonal diethylstilbestrol ( DES ) dan riwayat keluarga terhadap kanker serviks. Ada suatu factor resiko secara genetic yang berhubungan  dengan HLA-B7. Beberapa peneliti masih memperdebatkan bahwa melakukan sirkumsisi pada laki-laki adalah salah satu cara untuk menekan angka resiko terjadinya kanker serviks pada partner seksual mereka di masa datang.Insiden kanker serviks jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya dilakukan sirkumsisi.

PERANAN HPV
Virus HPV termasuk family papovirus suatu virus DNA. Virus ini menginfeksi membrane basalis pada daerah metaplasia dan zona transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya untuk berkenbang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang. Genom HPV berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi dengan DNA inang) dijumpai pada CIN dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker invasive. Pada percobaan invitro HPV terbukti mengubah sel menjadi immortal.

Dari hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda hingga saat ini dikenal lebih dari 200 tipe HPV. Kebanyakan infeksi HPV bersifat jinak. Tiga puluh diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual dengan masing-masing kemampuan mengubah sel epitel serviks. Tipe resiko rendah seperti tipe 6 dan tipe 11 berhubungan dengan kondiloma dan dysplasia ringan. Sebaliknya tipe resiko tinggi seperi tipe 16,18,31,33 dan 35 berhubungan dengan dysplasia sedang sampai karsinoma in situ. Tipe virus resiko tinggi menghasilkan protein yang dikenal dengan protein E6 dan E7 yang mampu berikatan dan menonaktifkan protein p53 dan pRb epitel serviks. p53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan siklus sel. Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksi HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya. Ikatan E6 dan E7 serta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker.

Infeksi terjadi melalui kontak langsung. Pemakaian kondom tidak cukup aman untuk mencegah penyebaran virus ini.karena kondom hanya menutupi sebagian organ genital saja sementara labia, skrotum dan daerah anal tidak terlindungi.

PATOLOGI
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)  danendoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis ( squamos complex ) dari portio dengan epitel kuboid/silindris pendek berlapis silia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur >35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan Pap smear yang efektif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi skuamosa) yang fisiologik atau patologik.

Tumor dapat tumbuh :
1.      eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferative yangmengalami infeksi sekunder dan nekrosis;
2.      endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung mengadakan infiltrasi menjadi ulkus;
3.      ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosio) akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosive (metaplasi skuamosa) yang semula faali/fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I,II,III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus.

Periode laten (dari NIS I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh.penderita.umumnya fase prainvasif berkisar antara 2-30 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan/ tanpa diobati itu dikenal dengan unitarian concept dari Richard. Histopatologik sebagian terbesar (95-97%) berupa epidermoid atau squamos cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/ mesophrenoid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarcoma.

Keadaan Prekanker Pada Serviks
Sel-sel pada permukaan serviks kadang tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel serviks merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.

Saat ini telah digunakan istilah yang berbeda untuk perubahan abnormal pada sel-sel di permukaan serviks, salah satu diantaranya adalah lesi skuamosa intraepitel (lesi artinya kelainan jaringan, intraepitel artinya sel-sel yang abnormal hanya ditemukan di lapisan permukaan).

Perubahan pada sel-sel ini bisa dibagi ke dalam 2 kelompok:
  1. Lesi tingkat rendah : merupakan perubahan dini pada ukuran, bentuk dan jumlah sel yang membentuk permukaan serviks. Beberapa lesi tingkat rendah menghilang dengan sendirinya. Tetapi yang lainnya tumbuh menjadi lebih besar dan lebih abnormal, membentuk lesi tingkat tinggi.
    Lesi tingkat rendah juga disebut displasia ringan atau neoplasia intraepitel servikal 1 (NIS 1).
Lesi tingkat rendah paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 25-35 tahun, tetapi juga bisa terjadi pada semua kelompok umur.
  1. Lesi tingkat tinggi : ditemukan sejumlah besar sel prekanker yang tampak sangat berbeda dari sel yang normal. Perubahan prekanker ini hanya terjadi pada sel di permukaan serviks. Selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sel-sel tersebut tidak akan menjadi ganas dan tidak akan menyusup ke lapisan serviks yang lebih dalam.
Lesi tingkat tinggi juga disebut displasia menengah atau displasia berat, NIS 2 atau 3, atau karsinoma in situ.
Lesi tingkat tinggi paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 30-40 tahun.
Jika sel-sel abnormal menyebar lebih dalam ke dalam serviks atau ke jaringan maupun organ lainnya, maka keadaannya disebut kanker serviks atau kankerserviks invasif.
Kanker serviks paling sering ditemukan pada usia diatas 40 tahun.

TINGKATAN PRA-MALIGNA
Porsio yang erosif dengan ektropion bukanlah termasuk lesi pramaligna, selama tidak ada bukti adanya perubahan displastik dari SCJ. Penting untuk dapat menggaet sel-sel dari SCJ untuk pemeriksaan eksfoliatif sitologi, meskipun pada pemeriksaan ini ada kemungkinan terjadi false negative atau false positive. Perlu ditekankan bahwa penanganan/ terapi hanya dapat dilakukan atas dasar bukti histopatologik. Oleh sebab itu, untuk konfirmasi hasil Pap smear, perlu tindak lanjut upaya diagnostik biopsi serviks.

PENYEBARAN
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :
a)      ke arah fornices dan dinding vagina,
b)      ke arah korpus uterus, dan
c)      ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.

Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.

GAMBARAN KLINIK
Walaupun telah terjadi invasi tumor ke dalam stroma, kanker serviks masih mungkin tidak menimbulkan gejala.Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%).

Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang, atau perdarahan bercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Dengan makin tumbuhnya penyakit, tanda menjadi semakin jelas. Perdarahan menjadi semakin banyak, lebih sering, dan berlangsung lebih lama. Namun, terkadang keadaan ini diartikan penderita sebagai perdarahan yang sering dan banyak. Juga dapat dijumpai sekret vagina yang berbau terutama dengan massa nekrosis lanjut. Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi dengan pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan non spesifik.

Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah mati haid (menopause) bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat berdefekasi terjadi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat dari perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding sklerotik yang meradang. Gejala lain yang dapat timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosa karsinoma serviks uterus yang sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah ialah, bagaimana mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal, misalnya pada tingkat pra-invasif, lebih baik jika dapat menangkapnya dalam tingkat pra-maligna(displasia/diskariosis serviks).

Hasil pemeriksaan sitologi eksploratif dari ekto dan endo-serviks yang positif tidak boleh dianggap diagnosis pasti. Diagnosis harus dapat dipastikan dengan pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diperoleh dengan melakukan biopsi.

PEMBAGIAN TINGKAT KEGANASAN
Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi, ditentukan dengan penentuan stadium. Penentuan stadium klinis ini harus mempunyai hubungan dengan kondisi klinis, didukung oleh bukti-bukti klinis, dan sederhana.

Pemeriksaan stadium kanker menurut FIGO masih berdasarkan pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto thorak serta sitoskopi dan rektoskopi. Penggunaan alat bantu seperti CT-scan, MRI, ataupun PET tidak dijadikan standar karena sebagian kasus berada di negara berkembang dengan fasilitas peralatan kesehatan yang masih minim. Sekali stadium ditetapkan tidak boleh berubah lagi walaupun apa pun hasil akhir terapi yang diberikan.

Temuan dengan pemeriksaan CT-scan, MRI, atau PET tidak mengubah stadium, tetapi dapat digunakan sebagai informasi untuk rencana terapi yang akan dilakukan. Kecurigaan adanya anak sebar ke kelenjar getah bening pelvis atau para aorta (adenopati) jangan dilanjutkan dengan biopsi kelenjar karena terlalu bahaya.

Stadium Ia yang hanya dapat diketahui dari pemeriksaan mikroskopi, ke dalam invasi sel tumor ke stroma diukur dari membran basalis atau permukaan kelenjar darimana tumor ini berasal. Adanya invasi sel tumor ke dalam pembuluh darah atau limfe tidak mempengaruhi stadium.

Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000
Stadium 0           Kasinoma in situ, karsinoma intra epitel
Stadium I           Karsinoma masih terbatas di serviks
Stadium Ia          Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik
Stadium Ia1        Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm
Stadium Ia2        Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm
Stadium Ib         Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis tidak lebih dari Ia
Stadium Ib1       Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm
Stadium Ib2       Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm
Stadium II        Telah melibatkan vagina, tapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIa        Telah melibatkan vagina, tapi belum melibatkan parametrium
Stadium IIb       Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul
Stadium III       Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Dengan hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.
Stadium IIIa      Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul
Stadium IIIb      Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal
Stadium IV        Perluasan ke luar organ reproduktif
Stadium IVa      Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum
Stadium IVb      Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

Stadium kanker seviks menurut sistem TNM
T          Tak ditemukan tumor primer
T1S      Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)
T1           Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun ada perluasan ke korpus uteri)
T1a          Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan histologik
T1b          Secara klinis jelas karsinoma yang invasif
T2           Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar sampai dinding vagina, tetapi belum sampai 1/3 distal
T2a        Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium
T2b       Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium
T3           Karsinoma telah melibatkan 1/3 distal vagina atau telah mencapai dinding panggul (tidak ada celah bebas antara dinding panggul)
NB :    Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah
T4           Karsinoma telah menginfiltrasi mukusa rektum atau kandung kemih, atau meluas sampai panggul. (Ditemukannya edema bulosa tidak cukup bukti untuk mengklasifikasi sebagai T4)
T4a          Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan secara histologik
T4b       Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul
NB:     Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4

NX      Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi : NX + atau NX -
N0       Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1       Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara-cara diagnostik yang tersedia ( misalnya limfografi, CT-scan panggul)
N2       Teraba massa yang padat san melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor

M0       Tidak ada metastsis berjarak jauh
M1       Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio arteri iliaka komunis

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:

Pap smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker servikspun menurun sampai lebih dari 50%.

Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2-3tahun.

Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
*      Normal
*      Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
*      Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
*      Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
*      Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).

Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika Pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.

Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)

Tes Schiller
Serviks diolesi dengan lauran yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.

Untuk membantu menentukan stadium kanker, dilakukan beberapa pemeriksan berikut:
*      Sistoskopi
*      Rontgen dada
*      Urografi intravena
*      Sigmoidoskopi
*      Scanning tulang dan hati
*      Barium enema.

TERAPI
Pengobatan lesi prekanker
Pengobatan lesi prekanker pada serviks tergantung kepada beberapa faktor berikut:
*      tingkatan lesi (apakah tingkat rendah atau tingkat tinggi)
*      rencana penderita untuk hamil lagi
*      usia dan keadaan umum penderita.

Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan Pap smear dan pemeriksaan panggul secara rutin.

Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa:
*      Kriosurgeri (pembekuan)
*      Kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi)
*      Pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai    jaringan yang sehat di sekitarnya
*      LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
Setelah menjalani pengobatan, penderita mungkin akan merasakan kram atau nyeri lainnya, perdarahan maupun keluarnya cairan encer dari vagina.

Pada beberapa kasus, mungkin perlu dilakukan histerektomi (pengangkatan rahim), terutama jika sel-sel abnormal ditemukan di dalam lubang serviks. Histerektomi dilakukan jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi.

Pengobatan untuk kanker serviks
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi.

Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP.

Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan.

Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.

Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.
Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.

Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul.

Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.

Ada 2 macam radioterapi:
*      Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
*      Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah:
*      iritasi rektum dan vagina
*      kerusakan kandung kemih dan rektum
*      ovarium berhenti berfungsi.

Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit.

Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.

Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

Pada tingkat klinik (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah kryo (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali yang menangani seorang ahli dalam koloskopi dan penderita masih muda dan belum mempunyai anak. Dengan biopsi kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostik acapkali menjadi terapeutik. Ostium uteri internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderitanya telah cukup tua, atau sudah mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar tidak kambuh (relaps) dapt dilakukan histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy). [2]

Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif. Bilamana kedalaman invasi kurang dari atau hanya 1mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti KIS di atas.

Pada stadium Ia2, kasus dengan invasi stroma lebih dari 3mm, tetapi kurang dari 5mm, kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe sekitar 7%. Kasus pada stadium ini harus dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis atau radiasi bila ada kontraindikasi operasi. Untuk mengurangi komplikasi operasi, tindakan pembedahan kurang radikal karena kemungkinan penyebaran parametrium sangat kecil. Bahkan, limfadenektomi dapat diabaikan bila tidak ada kecurigaan anak sebar. Bagi penderita yang masih ingin hamil dapat dilakukan trakhelektomi. Jenis pembedahan lebih bersifat individual. Bila dijumpai invasi limfe atau vaskular sebaiknya dilakukan histerektomi atau radiasi karena kemungkinan adanya anak sebar ke kelenjar getah bening.

Pada stadium Ib pengobatannya adalah histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan/ tanpa kelenjar getah bening paraaorta memberikan hasil yang efektif. Sama dengan diberikan terapi radiasi. Pada penderita usia muda operasi radikal lebih disukai karena kita dapat mempertahankan fungsi ovarium. Bagi penderita yang masih ingin hamil dengan ukuran lesi <2cm dapat dilakukan operasi trakhelektomi radikal asalkan tidak dijumpai anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis. Disamping dapat mempertahankan fungsi hormonal, keunggulan lain terapi operatif tidak terjadi stenosis vagina akibat radiasi yang mengganggu aktivitas seksual penderita muda.di samping itu, tidak mungkin terjadi kekambuhan pada serviks dan uterus. Pemilihan terapi radiasi lebih ditujukan pada kasus dengan indikasi kontrasepsi.

Pada IIa, jenis terapinya sangat individual, bergantung pada perluasan tumor ke vagina. Keterlibatan vagina yang minimal dapat dilakukan histerektomi radikal, limfadenektomi pelvis, dan vaginektomi bagian atas. Terapi optimal pada kebanyakn stadium IIa adalah kombinasi radiasi eksternal dan radiasi intrakaviter. Operasi radikal dengan pengangkatan kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta serta pengangkatan vagina bagian atas dapat memberikan hasil yang optimal asalkan tepi sayatan bebas dari invasi sel tumor.

Pada kasus-kasus stadium IIb, III dan IVa ini tidak mungkin lagi dilakukan tindakan operatif karena tumor telah menyebar jauh dari luar serviks. Pada bulan Februari 1999 National Cancer Institute (NCI) di Amerika Serikat mengumumkan kemoradiasi berbasis platinum memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan radiasi saja untuk penderita kanker serviks stadium IIb-IVa, stadium Ia2 –IIa resiko tinggi dan stadium Ib2 lesi besar (bulky tumor). Pemberian sisplatin tunggal sama efektifnya dengan kombinasi ifosfamid , tetapi samping tentunya sampai 30 %. Bagi penderita dengan gangguan fungsi ginjal tidak dianjurkan pemberian sisplatin dan sayangnya sampai saat ini belum ada kemoterapi penggantinya. Luas lapangan radiasi bergantung pada besar tumor serta jauhnya keterlibatan vagina. Bila dari hasil pemeriksaan imagine dicurigai anak sebar sampai kelenjar getah bening paraaorta, lapangan radiasi harus diperluas sampai mencakup daerah ini.

Khusus stadium IVa dengan penyebaran hanya ke mukosa kandung kemih lebih disukai operasi eksenterasi daripada radiasi. Terapi eksenterasi juga menjadi pilihan terapi kuratif atau paliatif pada kasus persisten sentral setelah mendapat kemoradiasi ataupun bila ada komplikasi fistula rekto-vaginal atau vesiko-vaginal.
Pada stadium IVb, kasus dengan stadium terminal ini prognosisnya sangat jelek, jarang dapat bertahan hidup sampai setahun semenjak didiagnosis. Penderita stadium IVb bila keadaan umum memungkinkan dapat diberikan kemoradiasi konkomitan, tetapi hanya bersifat paliatif.

Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.

Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga
n pemulihan, begitu seterusnya.

Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker. Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker.

Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini disebut Kemoresisten.

Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1)      Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2)      Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3)      Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
4)      Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.

Pola pemberian kemoterapi :
*      Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
*      Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
*      Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.
*      Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.

Cara pemberian obat kemoterapi.
*      Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.
*      Intra tekal (IT)
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.
*      Radiosensitizer
yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
*      Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.
*      Subkutan dan intramuskular
Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin
*      Topikal
*      Intra arterial
*      Intracavity
*      Intraperitoneal/Intrapleural

Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin.

Tujuan pemberian kemoterapi :
*       Pengobatan.
*       Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
*       Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
*       Mengurangi komplikasi akibat metastase.

Efek samping pengobatan
Selain membunuh sel-sel kanker, pengobatan juga menyebabkan kerusakan pada sel-sel yang sehat sehingga seringkali menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan. Efek samping dari pengobatan kanker sangat tergantung kepada jenis dan luasnya pengobatan. Selain itu, reaksi dari setiap penderita juga berbeda-beda.

Metoda untuk membuang atau menghancurkan sel-sel kanker pada permukaan serviks sama dengan metode yang digunakan untuk mengobati lesi prekanker.
Efek samping yang timbul berupa kram atau nyeri lainnya, perdarahan atau keluar cairan encer dari vagina.

Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri.
Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter.

Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu.

Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi.
Selama menjalani radioterapi, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya. Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif.

Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebih sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.

Efek samping dari kemoterapi sangat tergantung kepada jenis dan dosis obat yang digunakan. Selain itu, efek sampingnya pada setiap penderita berlainan.
Biasanya obat anti-kanker akan mempengaruhi sel-sel yang membelah dengan cepat, termasuk sel darah (yang berfungsi melawan infeksi, membantu pembekuan darah atau mengangkut oksigen ke seluruh tubuh). Jika sel darah terkena pengaruh obat anti-kanker, penderita akan lebih mudah mengalami infeksi, mudah memar dan mengalami perdarahan serta kekurangan tenaga.

Sel-sel pada akar rambut dan sel-sel yang melapisi saluran pencernaan juga membelah dengan cepat. Jika sel-sel tersebut terpengaruh oleh kemoterapi, penderita akan mengalami kerontokan rambut, nafsu makannya berkurang, mual, muntah atau luka terbuka di mulut.

Terapi biologis bisa menyebabkan gejala yang menyerupai flu, yaitu menggigil, demam, nyeri otot, lemah, nafsu makan berkurang, mual, muntah dan diare.
Kadang timbul ruam, selain itu penderita juga bisa mudah memar dan mengalami perdarahan.

Karsinoma serviks uterus dalam kehamilan
Tumor ganas di serviks tidak menghalangi untuk adanya kehamilan. Terdapat 1 diantara 3000 kehamilan. Tidak ada perbedaan antara karsinoma serviks di dalam dan di luar kehamilan, mengenai perjalanan penyakitnya, dalam rasio kesembuhan pada tingkat klinik yang sama. Untuk penanganan primer dipilih pembedahan, karena penyinaran, mempunyai efek samping yang merugikan penderita yang berusia muda.

Dalam menghadapi wanita hamil dengan kanker leher-rahim perlu dibedakan 3 hal, yakni tuanya kehamilan, umur penderita, dan jumlah anak. Penanganan sirurgik didasarkan atas tingkat klinik penyakit dan umur kehamilan. Pada tingkat 0 kehamilan diteruskan sampai partus berlangsung spontan, dan bila 3 bulan pasca persalinan masih tetap ada, maka ditangani seperti kondisi tidak hamil dengan memperhatikan tingkatan klinik yang ada saat itu.

Pada tingkat klinik I,II,III ke atas dengan kehamilan :
  1. Trimester I dan awal trimester II : histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dengan janin in utero
  2. Trimester II lanjut : ditunggu sampai janin viable (dapat hidup di luar rahim (kehamilan >34 minggu). Dikerjakan seksio sesarea klasik/korporal, diteruskan dengan histerektomi radikal dan limfadenektomi panggul
  3. Pasca persalinan : histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul.

Pengamatan lanjut
Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama kemudian tiap 6 bulan, tergantung dari keadaan. Jangan dilupakan meraba kelenjar inguinal dan supraklavikular, perabaan abdomen, perabaan abdomino-vaginal, dan abdomino-rektal, pemeriksaan sitologi puncak vagina dan foto rontgen toraks (tiap 6 bulan). Kolposkopi sangat penting untuk meneliti puncak vagina, untuk menemukan bentuk-bentuk pra-maligna. Rektoskopi, sitoskopi dan pemeriksaan lain seperti renogram, IVP (Intravenous Pyelography) dan CT-scan panggul atau limfografi dilakukan menurut indkasi. Dewasa ini MRI dapat digunakan pula.

PROGNOSIS
Prognosis kanker serviks sangat bergantung pada seberapa dini kasus ini terdiagnosis dan dilakukan terapi yang adekuat. Terapi yang tidak adekuat baik berupa tindakan pembedahan maupun radiasi yang oleh alasan tertentu tidak sesuai dengan jadual akan mengurangi tingkat keberhasilan terapi. Anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis sangat mempengaruhi pelvis. Terapi biasanya tidak memuaskan baik pembedahan maupun radiasi.

Faktor-faktor yang menentukan prognosis ialah:
1)      umur penderita,
2)      keadaan umum
3)      tingkat klinis keganasan,
4)      ciri-ciri histologik sel tumor,
5)      kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani,
6)      sarana pengobatan yang ada.
Di antara faktor resiko ini yang paling penting ialah invasi KGB. Kelangsungan hidup penderita dengan invasi KGB walau telah mendapat terapi ajuvan tetap lebih buruk daripada penderita tanpa invasi KGB.

Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional adalah sebagai berikut :
TINGKAT
AKH-5 tahun
T1S
T1
T2
T3
T4
Hampir 100 %
70 – 85 %
40 – 60 %
30 – 40 %
< 10 %
Sumber :UICC / clinical Oncology; Springer-Verlag, New York, Hiedelberg, Berlin;1973, p:218


>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar