Kamis, 23 Desember 2010

Selamat ulang tahun by Dewa 19

Dikeramaian waktu rotasi hidupmu
Pecahan emosi tertuang kembali membias restunya
Seutas bahagiaku cerminan tatanan cinta
Seolah terisolasi ditempurung janji Sangkar Bakti

Sebait nada-nadaku bercak cinta tulus suciku
Kupersembahkan hanya untukmu

Selamat ulang tahun
Dandani hadirnya masa remaja
Semoga panjang umur
Beri arti jejak langkah mudamu

Petuah bijak tersedia
Rangkum dalam jiwa
Seberkas masa lalu
Berita progresmu
Kelopak masa depan

Sebait nada-nadaku bercak cinta tulus suciku
Kupersembahkan hanya untukmu

Selamat ulang tahun
Dandani hadirnya masa remaja
Semoga panjang umur
Beri arti jejak langkah mudamu

>>

Dermatitis (konsep)

Dermatitis (konsep)

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, linefikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia, fisik (contoh : sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui pasti.

Banyak macam dermatitis yang belum diketahui patogenesisnya, terutama yang penyebabnya fakktor endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah tentang dermatitis kontak, baik yang tipe alergik maupun iritan primer.

Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat tegas dapat pula tidak tegas, penyebarannya dapat setempat, generalisata, bahkan universalis.

Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah (medidans). Stadium subakut, eritema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, dan papul, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula jenis efloresensinya tidak selalu harus polimorfi, mungkin hanya oligomorfi.

Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan klasifikasi dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya yang multi faktor, tetapi juga karena seseorang dapat menderita lebih dari satu jenis dermatitis pada waktu yang bersamaan atau bergantian.

Ada yang memberi nama berdasarkan etiologi (contoh : dermatitis kontak, radiodermatitis, dermatitis medikamentosa), morfologi (contoh : dermatitis papulosa, dermatitis vesikulosa, dermatitis medidasns, dermatitis eksfoliativa), bentuk (contoh : dermatitis numularis), lokalisasi (contoh : dermatitis interdigitalis, dermatitis intertriginosa, dermatitis manus, dermatitis generalisata), dan ada pula yang berdasarkan lama atau stadium penyakit (contoh : dermatitis akut, dermatitis subakut, dermatitis kronis)

Perubahan histopatologi dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung pada stadiumnya.

Pada stadium akut kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis, edema intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuklear. Dermis sembab, pembuluh darah melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuklear; eosinofil kadang ditemukan, bergantung pada penyebab dermatitis.

Kelainan pada stadium subakut hampir seperti stadium akut, jumlah vesikel di epidermis berkurang, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan parakeratosis; edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas, demikian pula sebukan sel radang.

Epidermis pada stadium kronis, hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete ridges memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan; vesikel tidak ada lagi. Papila dermis memanjang (papilamatosis), dinding pembuluh darah menebal, dermis terutama di bagian atas bersebukan sel radang mononuklear, jumlah fibroblas dan kolagen bertambah.

Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor, kadang juga tidak diketahui pasti, maka pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan menghilangkan/mengurangi keluhan dan menekan peradangan.

Pada kasus ringan dapat diberikan antihistamin, atau antihistamin dikombinasi dengan antiserotonin, antibradikinin, anti-SRA, dan sebagainya. Pada kasus akut dan berat dapat diberi kortikosteroid.

Prinsip umum terapi topikal diuraikan di bawah ini:
a) Dermatitis akut/basah (medidans) harus diobati secara basah (kompres terbuka). Bila subakut, diberi losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum (pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang berambut, sedang pasta pada daerah yang tidak berambut. Bila kronik, diberi salap.
b) Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah persentase obat spesifik.


DERMATITIS KONTAK IRITAN

EPIDEMIOLOGI

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin.

Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat.

ETIOLOGI

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik.

PATOGENESIS

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadan ini akan merusak sel epidermis.

Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

GEJALA KLINIS

Sebagaimana disebabkan diatas bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis.

a. Dermatititis kontak iritan akut

Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.

Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat.
Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

b. Dermatitis kontak iritan kronis

Nama lain ialah dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.

HISTOPATOLOGI

Gambaran histopatologik dermatitis kontak iritan tidak karakteristik. Pada dermatitis kontak iritan akut (oleh iritan primer), dalam dermatitis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear dan determis bagian atas. Eksositosis di epidermis disertai spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis ini dapat menimbulkan bula subepidermal.

DIAGNOSIS

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya, dermatitis kontak irita kronis, timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.

PENGOBATAN

Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka dermatitis iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut.

PROGNOSIS

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik. Keadaan ini sering terjadi pada dermatitis kontak iritan kronis yang penyebabnya multi faktor.

>>

Senin, 20 Desember 2010

Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis Kontak Iritan


PENDAHULUAN

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan setempat yang non-imunologik pada kulit sesudah mendapat paparan iritan baik satu kali maupun berulang. Paparan sekali (tidak disengaja atau kecelakaan) biasanya dari iritan asam, basa dan sebagainya. Sedangkan paparan berulang yang merusak kulit secara kumulatif misalnya iritan yang lebih kecil dosisnya. Dermatitis kontak iritan (DKI) bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan akibat agen kimia, fisik, atau biologik dari luar yang kemudian melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.

Dermatitis kontak iritan merupakan bentuk paling lazim dari penyakit kulit akibat kerja. Lebih dari 80% dari seluruh kasus mengenai daerah kulit yang terpapar seperti tangan dan lengan bawah. Spektrum kulit sangat lebar, dari kemerahan ringan sampai bulla yang berat dan ulserasi.

EPIDEMIOLOGI

DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan, diperkirakan sekitar 70%- 80% dari semua penyakit kulit akibat kerja. DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja). Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di beberapa negara adalah sama, yaitu 50- 70 kasus per 100.000 pekerja pertahun. Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja logam, penanam bunga, pekerja di gedung.

Di Amerika, DKI sering terjadi pada orang- orang yang memiliki pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Delapan puluh persen dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak. Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik.

Di Singapura, studi retrospektif memperlihatkan bahwa dari 74. 589 kasus baru, 34% diantaranya adalah eczema, 13,7% adalah dermatitis kontak, 39% adalah DKI dan 11% adalah dermatitis kontak alergi (DKA). Pada studi epidemiologi penyakit kulit pada pekerja di Singapura memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3 % diantaranya adalah DKI dan 33,7% adalah DKA. Cutting oils dan bahan pelarut dari industri mesin dan elektronik adalah jenis iritan yang sering dijumpai.

Faktor predisposisi yang penting yaitu umur, ras, jenis kelamin, riwayat atopi sebelumnya, daerah kulit yang terekspos dan aktivitas sebasea. Perubahan kulit karena usia dapat merubah respon kulit terhadap zat iritan. Pada anak dan lanjut usia sering terkena DKI karena mereka memiliki sedikit jaringan epidermis yang sehat. Karakteristik ras juga memegang peranan penting dimana orang kulit hitam lebih resisten terhadap iritan dibandingkan orang kulit putih. Dan daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan wajah.

ETIOLOGI

Penyebab timbulnya DKI cukup rumit dan biasanya melibatkan gabungan berbagai iritan. Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi, waktu dan frekuensi yang cukup. Iritasi pada kulit merupakan sebab terbanyak dari dermatitis kontak. Beberapa contoh iritan akibat kerja yang lazim dijumpai adalah sebagai berikut :
1. Sabun, detergen, dan pembersih lainnya.
2. Asam dan alkalis, seperti asam hydrofluoric, asam kromat, fosfat, dan phenol metal salts.
3. Bahan-bahan industri, seperti petroleum, klorinat hidrokarbon, etil eter, dan lain-lain.
Penggunaan berulang dari sabun basa kuat dan produk industri dapat merusak struktur lunak pada sel. Asam dapat larut pada air dan menyebabkan dehidrasi pada kulit. Ketika kulit telah mengalami gangguan, pajanan dari bahan iritan lemah pun dapat menyebabkan inflamasi pada kulit. Besar intensitas dari inflamasi bergantung pada konsentrasi dari iritan dan lamanya terpajan dari bahan iritan tersebut. Iritan yang lembut dapat menyebabkan kulit kering, fissura, dan eritema. A mild eczematous reaction dapat timbul pada eksposure yang berkelanjutan. Pajanan yang berkelanjutan pada daerah seperti tangan, area diaper, atau pada sekeliling kulit yang terkadang menyebabkan eczematous inflamatour. Zat kimia kuat dapat menyebabkan reaksi yang berat.

Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi individu (riwayat atopi misalnya), personal higiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan.

PATOGENESIS

Dermatitis kontak iritan adalah gambaran klinis proses inflamasi yang timbul akibat pelepasan sitokin proinflamasi dari sel- sel kulit (terutama keratinosit),yang biasanya timbul sebagai respon terhadap stimulus kimiawi. Terdapat 3 perubahan patofisiologi yang utama pada DKI yaitu gangguan fungsi pertahanan kulit, perubahan seluler epidermis, dan pengeluaran sitokin.

Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi rostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.

GEJALA KLINIS

DKI dapat dibagi atas DKI akut dan DKI kronis. Pada DKI akut penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat. Pada DKI akut lambat, kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

Pada DKI kronis yang disebut juga dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.1
Gejala klasik pada DKI kronis berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri. Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi.

Uji tempel dilakukan untuk mengkonfirmasi DKA, dan mengidentifikasi allergennya. Walaupun keduanya ditemukan diagnosis DKI tetap ditegakkan. Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma sel T.1,6

DIAGNOSIS

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. Riwayat yang detail dibutuhkan karena diagnosis DKI berdasarkan riwayat paparan bagian tubuh yang terkena. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.

DIAGNOSIS BANDING

Perlu di perhatikan beberapa penyakit yang memberikan gambaran seperti dermatitis kontak iritan, antara lain :
1. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan yang bersifat alergen. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.

Dermatitis kontak alergi (DKA) (dikutip dari kepustakaan no.11)
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.
2. Dermatitis atopic
Pada gambaran klinis terdapat vesikel-vesikel dan papul-papul serta eritem, untuk membedakan dengan dermatitis kontak iritan, pada dermattits atopik mempunyai tiga tanda khas. Yaitu :
• Pruritus.
• Morfologi dan distribusi khas pada wajah (khusus pada anak) dan daerah lipatan kulit (fosa kubiti, fosa poplitea, leher, dan pergelangan tangan).
• Cenderung menjadi kronis kambuh.

Pada dermatitis atopik juga didapatkan riwayat atopik (rhinitis alergi, asma bronkial),dan pada pemeriksaan penunjang di temukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE, sedangkan pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat riwayat atopik.

PENATALAKSANAAN

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.

- Dermatitis akut
Untuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam fisiologis atau larutan kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang mengandung hidrokortison 1-2,5%.

Secara sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet/hari) untuk menghilangkan rasa gatal. Bila berat/luas dapat diberikan prednison 30 mg/hari dan bila sudah ada perbaikan dilakukan tapering. Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotik dengan dosis 3x500 mg selama 5-7 hari.

- Dermatitis kronik
Topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti hidrokortison yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon. Sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1 tablet/hari) untuk menghilangkan rasa gatal.

KOMPLIKASI

DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topical. Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Staphylococcus aureus.

Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutama pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik.
Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi pada area terkena DKI.
Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak.3


PROGNOSIS

Prognosis baik pada individu non-atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi DKI kronis yang penyebabnya multifaktor.


>>

Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak


Definisi
Dermatitis kontak adalah inflamasi pada kulit yang terjadi karena kulit telah terpapar oleh bahan yang mengiritasi kulit atau menyebabkan reaksi alergi. Dermatitis kontak akan menyebabkan ruam yang besar, gatal dan rasa terbakar dan hal ini akan bertahan sampai berminggu-minggu. Gejala dermatitis kontak akan menghilang bila kulit sudah tidak terpapar oleh bahan yang mengiritasi kulit tersebut.

Penyebab
Tergantung dari penyebabnya, dermatitis kontak dibagi 2, yaitu:

• Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan dicetuskan dari paparan ke bahan yang toksin atau iritatif ke kulit manusia, dan tidak disebabkan reaksi alergi. Pada anak-anak, bahan iritan yang paling sering menyebabkan DKI adalah popok bayi. Hal ini akan menyebabkan keadaan yang dinamakan “diaper dermatitis”, reaksi kulit di daerah yang terpapar popok bayi yang disebabkan kontak terlalu lama dengan bahan kimia alami terdapat di air seni dan tinja. Selain itu dapat pula DKI terjadi di sekitar mulut karena kulit terpapar dengan makanan bayi ataupun air liur. Pada orang dewasa, DKI terjadi seringkali karena paparan sabun dan deterjen.

• Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 – 36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke orang lain. Alergen (bahan yang menyebabkan alergi) yang biasa menjadi penyebab DKA adalah bahan kimia yang mengandung nikel yang banyak terdapat di jam tangan, perhiasan logam, resleting dan objek logam lainnya; neomisin pada antibiotik salep kulit; potassium dikromat, bahan kimia yang sering terdapat pada sepatu kulit dan baju; latex pada sarung tangan dan pakaian karet.

Gejala

Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan alergen, walaupun beberapa kasus yang berat dapat mengenai daerah di luar yang berkontak langsung atau meluas ke seluruh tubuh. Terkadang alergen berpindah dari jari tangan, sehingga daerah yang tidak terpikirkan akan terkena seperti daerah kelopak mata atau kemaluan.

Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain:
• Bintik-bintik atau benjolan kemerahan
• Gatal dan bengkak
• Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting-lenting dan bula pada kasus yang berat
• Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja


Pengobatan

Hal paling penting dalam pengobatan dermatitis kontak adalah mengidentifikasi penyebab iritasi dan kemudian menghindarinya. Bila hal ini dilakukan, dibutuhkan waktu dua sampai empat minggu untuk pemulihan iritasi dan kemerahan pada kulit.
Pada kasus ringan dan sedang, penghindaran bahan iritan (penyebab iritasi) dan penggunaan krim yang mengandung hidrokortison (kortikosteroid) dapat membantu mengurangi gatal dan kemerahan di kulit. Pada kasus yang berat, obat yang diminum jenis kortikosteroid dan antiradang diperlukan untuk mengurangi peradangan dan gatal.

Pencegahan

Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:
• Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
• Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih.
• Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.


>>

Jumat, 17 Desember 2010

Anatomi, histologi dan fisiologi sendi

A. Anatomi dan histologi sendi

Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya.

Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.

Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu :
• Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80% air, hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastis
• Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal kolagennya akan tahan terhadap tarikan
Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim.


B. Fisiologi Sendi

Klasifikasi Sendi

Secara struktural :

1. Persendian fibrosa, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa.
2. Persendian kartilago, yaitu persendian yang tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan kartilago.
3. Persendian sinovial, yaitu persendian yang memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan kapsul dan ligament artikular yang membukuskan.

Menurut fungsinya :
1. Sendi sinartosis (sendi mati), sendi ini dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.
Sendi jenis ini antara lain adalah :
a. Sutura, yaitu sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat yang hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh: sutura sagital dan parietal.
b. Sinkondrosis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin. Contoh: lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang anak.

2. Sendi amfiartosis (sendi dengan pergerakan terbatas)
Sendi ini memungkinkan gerakan terbatas sebagai respon terhadap torsi dan kompresi. Sendi jenis ini antara lain adalah:
a. Simfisis, adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadi sedikit gerakan. Contoh: simpisis pubis
b. Sindesmosis, terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh: ditemukan pada tulang yang bersisihan seperti radius dan ulna, serta tibia dan fibula
c. Gomposis, adalah sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk dengan pas dalam kantong tulang, seperti pada gigi yang tertanam pada tulang rahang

3. Sendi diartosis (sendi dengan pergerakan bebas) disebut juga sendi synovial
Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinofial.
Klasifikasi persendian synovial terdiri dari:
a. Sendi sferoidal, yang terdiri dari sebuah tulang yang masuk kedalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain.
Contoh: sendi panggul dan bahu
b. Sendi engsel, terdiri dari sebuah tulang yang masuk dengan pas pada permukaan konkaf tulang kedua, sehingga memungkinkan gerakan kesatu arah.
Contoh: sendi lutut dan siku.
c. Sendi kisar, yaitu tulang bentuk kerucut yang masuk pas cekungan tulang kedua dan dapat berputar kesemua arah.
Contoh: tulang atas, persendian bagian kepala
d. Sendi kondiloid, merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang.
Contoh: sendi antara tulang radius dan tulang karpal
e. Sendi pelana, permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk konkaf disatu sisi dan konkaf pada sisi lain, sehingga tulang akan masuk dengan pas seperti dua pelana yang saling menyatu. Satu-satunya sendi pelana sejati yang ada dalam tubuh adalah persendian antara tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
f. Sendi peluru, adalah salah satu sendi yang permukaan kedua tulang berartikulasi berbentuk datar, sehingga memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan tulang yang lainnya. Persendian semacam ini disebut sendi nonaksia.
Misalnya: Persendian intervertebra, dan persendian antara tulang-tulang karpa dan tulang-tulang tarsal.

Struktur sendi sinovial
Sendi sinovial tersusun atas:
 Tulang rawan sendi
Tersusun atas tulang rawan hialin yang berfungsi untuk melindungi tulang dari benturan dan meredam tekanan.
 Rongga sendi
Tempat cairan sinovial
 Kapsul sendi
 Cairan sinovial
Cairan sinovial berasal dari filtrasi darah yang disekresikan fibroblast dalam membrane sinovial, cairan ini berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah gerakan .
 Reinforcing ligament
Beberapa persendian sinovial menguat dan mengeras oleh ligament yang menutupinya. Berfungsi untuk mempertebal kapsul sendi, reinforcing ligament terbagi menjadi dua yaitu extracapsular ligament yang berada di luar kapsul sendi dan intracapsularligamen yang berada di dalam.
 Syaraf
Syaraf akan mendeteksi rasa nyeri pada persendian dan memonitor peregangan pada sendi.
 Pembuluh darah
Supli pembuluh darah untuk membentuk cairan sinovial. ( Sloane , 2003 )

Fungsi sendi
1. mempermudah gerakan antara kedua ujung-ujung tulang
2. berperan dalam pertumbuhan tulang ke arah memanjang ( Sloane, 2003 )

Gangguan Persendian
1. Artitis (inflamasi sendi)
a. osteoartritis konsekuensi alami menjadi tua
kartilago artikular menjadi aus
sendi menjadi kasar, kaku, dan nyeri
b. artritis reumatoid : merupakan penyakit autoimun (sistem imum keliru
mengarahkan kemampuan destruktifnya pada bagian tubuh). Menyebabkan ketidakmampuan berjalan / bergerak
c. artritis gouti : disebabkan karena penumpukanasam urat.
d. artritis infeksius : peradangan dalam persendian.
2. Terkilir : merupakan cedera sendi yang disebabkan karena perenggangan ligamen / tendon.
3. Dislokasi / luksasi : disebabkan karena kesalahan letak permukaan artikulasi suatu persendian.
4. Bursitis : merupakan peradangan pada bursa yang menyatu dengan sendi yang terjadi akibat ekskresi sendi yang berlebihan / infeksi. ( Sloane, 2003 )

>>

Kamis, 16 Desember 2010

KELUARGA XII IPA 4 SMAN 2 KOTABUMI 2009

KELUARGA XII IPA 4 SMAN 2 KOTABUMI 2009


1. Nama : Riyan Wahyudo
Alamat : Perum Griya Gedong Meneng Indah
No HP : 085269969612
Status : Masih biasa z
Kegiatan : Kuliah di FK unila 2009
Anak : Lum ada


2. Nama : erita andriani
alamat : perumdin t36 no 172 sukadana udik,bunga mayang
no hp : 085669677490
status : lajang
Kegiatan : banyk bgtz mpe bgug,belum ada kegiatan p2
Anak : belum ada rng lm nkah


3. Nama: Nur Aida Ambari
Alamat: Jl.Terusan Ambarawa Gg.2 Kelurahan Sumber Sari, Mlang. Jawa Timur
No.hp: 085238018303
Status: Mahasiswa ( www.sukses.com ) . Belum menikah
Kegiatan: lagi menikmati asyiknya jadi mahasiswa TEknologi Pendidikan FIP UM ( Universitas Negri Malang)'09.
Anak: belum ada.


4. Nama : maya yunellyani
alamat : pasar minggu bunga mayang
Stats : lajang
no hp : 085788526077
kegiatan : blum ada
anak : blum ada


5. Nama : sintia indrianti
alamat : jl.MT.Haryono no 10B KELURAHAN JEPUN TLUNG AGUNG JWA TMUR
stats : lajang
no hp : 085736093604
kegiatan : mahasiswi akuntansi perbankan uin tlung agung
anak : blum ada


6. Nama : sri maryati
almat : kota negara
status : menikah
no hp : 082183525223
kegiatn : ibu rumah tangga
anak : 1. Danang


7.Nama : wiDya
aLamat : BandaR LampuNg
status : -
No Hp : 085769526858
Kegiatan : Mahasiswa,PT.PolteKNik B.LampuNg
Anak : -

>>

TRAUMA PADA MUSKULOSKELETAL

TRAUMA PADA MUSKULOSKELETAL

1. Kontosio
Adalah injury pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tumpul (pukulan,tendangan,jatuh)

MANIFESTASI KLINIS
1. perdarahan pada daerah injury (ecchymosis)karena rupture pembuluh darah kecil, juga berhubungan dengan fraktur
2. nyeri, bengkak, dan perubahan warna
3. hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan arah yang banyak

INTERVENSI KEPERAWATAN
A. mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman
1. tinggikan daerah injury
2. berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian)untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
3. berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
4. lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
5. kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi

B. Jadual aktivitas
1. anjrkan ROM pada semua sendi
2. Bantu aktivitas yang dilakukan bila diperlukan
3. ajarkan pada pasien latihan berlebihan yang harus dihindari
4. ajarkan pada pasien untuk menghindari kekambuhan
2. Strains and Sprains (tegangan dan keseleo)

• Strains adalah sobekan kecil pada otot disebabkan karena gaya yang berlebihan, regangan, atau penggunaan yang berlebihan
• Sprains adalah injury pada struktur ligamen disekitar persendi; biasanya disebabkan oleh terkilir sehingga menurunkan stabilitas sendi

Manifestasi klinis
• Strains :
– Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot
• Sprain :
– Bengkak cepatàextravasasi darah dalam jaringan
– Nyeri pada sendi
– Nyeri bertambah pada jam-jam pertama seiring bertambah bengkak
– X-ray : area keseleo tampak tidak ada injury tulang

Intervensi Keperawatan
• Mengurangi nyeri
1. Berikan kompres dingin (kirbat es) selama 15-20 menit secara intermittent selama 12 - 36 jam àvasokonstriksi akan memperlambat ekstravasasi darah dan limpa sertamenekannyeri
2. Setelah 24 jam, berikan kompres hangat (15 – 30 mnt, 4 x perhari)à meningkatkan penyerapan
3. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan analgetik sesuai anjuran
• Immobilisasi area injury untuk penyembuhan
1. Splint dan immobilisasi area injury
2. Tinggikan ekstremmitas injury untukmeminimalkan benkak
3. Gunakan pembebat elastis (tensokrep)

3. Traumatic Joint Dislocation

Adalah terjadi ketika permukaan tulang sendi tidak sesuai dengan posisi anatomi. Dislokasi merupakan keadaan emergensi karena berhubungan dengan kerusakan aliran darah dan persarafan disekitarnya
MANIFESTASI KLINIS
1. nyeri
2. deformitas
3. perubahan panjang daerah extremitas
4. kerusakan gerakan yang normal
5. x-ray menunjukkan adanya dislokasi tanpa berhubungan dengan fraktur

PENATALAKSANAAN
1. immobilisasi area dislokasi selama pasien dibawa ke UGD
2. lakukan reduksi area dislokasi (mengembalikan ke posisi anatomi yang normal) sesegera mungkin jika perlu menggunakan anesthesia
3. stabilisasi reduksi selama penyembuhan struktur sendi
4. monitor perkembangan sambungan
INTERVENSI KEPERAWATAN
A. pemberian rasa nyaman
1. gunakan anesthesia pada saat melakukan reduksi
2. berikan obat-obtan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman
3. immobilisasi sendi

B. pemenuhan ADL
1. Bantu pasien dalam memenuhi ADL yang dibutuhkan
2. berikan KIE yang dibutuhkan pasien dengan keterbatasan aktivitas, terapi rehabilitasi, dan monitor sambungan sendi setiap saat

4. Fraktur

Definisi Fraktur:
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. (Aswin, dkk,; 1986).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabakan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada lengan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Klasifikasi Klinis:
1. greenstick fracture; terjadi pada anak-anak, tulang patah di bawah lapisan periosteum yang elastis dan tebal (lapisan periosteum sendiri tidak rusak).
2. Fissura fraktur; patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang berarti.
3. complete fracture; patah tulang yang disertai dengan terpisahnya bagian-bagian tulang.
4. Comminuted fracture; tulang patah menjadi beberapa fragmen.
5. Fraktur tekan (stress fracture); kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.
6. Impacted fracture; fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke arah dalam tulang satu sama lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan di antara fragmen-fragmen itu.
7. Fraktur Tertutup (Simple): Faktur tidak meluas melewati kulit
8. Fraktur Terbuka (compaund): Fraktur tulang meluas melewati otot dan kulit
9. Fraktur Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang

Derajat Patah Tulang Terbuka
1. Derajat I : laserasi < 2 cm, pada fraktur sederhana, dislokasi fragmen tulang minimal 2. Derajat II : laserasi > 2 cm, kontusio otot disekitarnya, disklokasi fragmen
jelas.
3. Derajat III : luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya,
komunitif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Gambaran klinis fraktur:
1. Riwayat trauma.
2. Nyeri, pembengkakan dan nyeri pada daerah fraktur (tenderness).
3. Perubahan bentuk (deformitas).
4. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat.
5. Gerakan-gerakan yang abnormal.
6. Krepitasi.

Prinsip terapi fraktur
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi atau pengenalan (Price & Wilson, 1985);
Rekognisi yaitu pengenalan mengenai dignosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang berperanan dan deskripsi tentang kejadian tersebut oleh klien sendiri, menentukan kemungkinan tulang yang patah, yang dialami dan kebutuhan pemeriksaan spesifik untuk fraktur.
2. Reduksi; pemilihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur (Sabiston, 1984)
Reposisi.
Fraktura tertutup pada tulang panjang seringkali ditangani dengan reduksi tertutup. Untuk mengurangi rasa sakit selama tindakan ini klien dapat diberi narkotika intravena, obat penenang (sedatif atau anastesia blok saraf lokal).
Traksi kontinu; dengan plester felt melekat di atas kulit atau dengan memasang pin trafersa melalui tulang, distal terhadap fraktur.
Reduksi terbuka bedah, biasanya disertai sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat pin, batang atau sekrup.

3. Imobilisasi (Sabiston, 1995) atau retensi reduksi (Wilson & Price, 1985)
Bila reduksi telah tercapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Berbagai teknik digunakan untuk imobilisasi, yang tergantung pada fraktur:
Fraktur impaksi pada humerus proksimal sifatnya stabil serta hanya memerlukan ambin atau balutan lunak
Fraktur kompresi (impaksi) pada vertebra, tepat diterapi dengan korset atau brace
Fraktur yang memerlukan reduksi bedah terbuka biasanya diimobilisasi dengan perangkat keras interna, imobilisasi eksternal normalnya tidak diperlukan.
Fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan gibs, gibs fiberglas atau dengan brace yang tersedia secara komersial
Semua pasien fraktur perlu diperiksa untuk menilaian neurology dan vascular. Adanya nyeri, pucat, prestesia, dan hilangnya denyut nadi pada ekstremitas distal merupakan tanda disfungsi neurovaskuler.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan ekstrimitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai.

4. Pemulihan fungsi (restorasi) atau rehabilitasi (Price & Wilson 1985, Sabiston 1995)
Sesudah periode imobilisasi pada bagian manapun selalu akan terjadi kelemahan otot dan kekakuan sendi. Hal ini dapat diatasi dengan aktivitas secara progresif, dan ini dimudahkan dengan fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai dengan fungsi sendi tersebut. Adanya penyambungan yang awal dari fragmen-fragmen sudah cukup menjadi indikasi untuk melepas bidai atau traksi, akan tetapi penyambungan yang sempurna (konsolidasi) seringkali berlangsung dalam waktu yang lama. Bila konsolidasi sudah terjadi barulah klien diijinkan untuk menahan beban atau menggunakan anggota badan tersebut secara bebas.
Pengelolaan Fraktur
Contoh fraktur Konservatif Operatif
Pro teksi Repo sisi Immobilisasi Traksi Immobilisasi Pros tesis
Reposisi Fiksator ekstern Pin intra meduler Pelat dan sekrup
Tulang rusuk + - - -
Tungkai bwh + - + -
Radius distal + + + -
Femur tibia + + + + +
Kolum femur + + + +
Femur tibia humerus + + +

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut:
1. Stadium pembentukan hematom;
Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek.
Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (peristeum & otot).
Terjadi sekitar 1 – 2 x 24 jam.
2. Stadium proliferasi sel/implamasi;
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur.
Sel-sel ini menjadi precusor osteoblast.
Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang.
Prolifferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
Terjadi setelah hari ke 2 kecelakaan terjadi.
3. Stadium pembentukan kallus;
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).
Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.
Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
4. Stadium konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu.
Secara bertahap menjadi tulang mature.
Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
5. Stadium remodeling;
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.
Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada tanda penebalan tulang.

Penyembuhan fraktur disertai faal memadai umumnya dapat dicapai dengan:
1. immobilisasi dengan gips dan/atau traksi
2. mempertahankan penjajaran
3. pencegahan rotasi
4. latihan persendian secara aktif
5. penggunaan keempat ekstremitas (kecuali yang diimobilisasi)

Faktor-faktor yang menghambat penyambungan (union) fragmen-fragmen;
1. Luas fraktur.
2. Reposisi yang tidak memadai.
3. Imobilisasi yang tidak memadai ditinjau dari segi waktu maupun luas imobilisasi.
4. Sepsis atau tindakan pembedahan.
Faktor-faktor yang mencegah terjadinya penyambungan (union) fragmen-fragmen;
1. Interposisi jaringan lunak seperti otot di antara ujung-ujung fraktur.
2. Imobilisasi yang tidak memadai.
3. Traksi yang berlebihan (distraksi), sehingga mencegah peyambungan oleh callus.
4. Infeksi.

Sindroma kompartemen sering kali ditemukan pada fraktur tungkai bawah yang ditandai
1. Nyeri (pain)
2. Parestesia karena rangsangan saraf perasa
3. Pale (pucat) karena iskemis 5 P
4. Paralisis atau paresis karena gangguan saraf motorik
5. Pulse (nadi) yang sulit diraba lagi

Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
1. Debridement
2. Pemberian Tetanus Toksoid
3. Pemeriksaan Kultur Jaringan
4. Pemberian rawat luka dengan kompres terbuka
5. Pemberian antibiotic
6. Pemantauan gejala infeksi
7. Menutup luka setelah dipastikan tidak ada infeksi
8. Immobilisasi pada ekstremitas yang patah

Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan rontgen : untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur atau trauma
2. Scan tulang. CT Scan, MRI : untuk memperlihatkan fraktur dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
4. Hitung darah lengkap : peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau cedera hati

Masalah Keperawatan: Masalah Kolaborasi: Infeksi
1. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan)
2. Nyeri akut
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer
4. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas
5. Gangguan mobilitas fisik
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan jaringan kulit
7. Resiko tinggi terhadap infeksi

Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Keperawatan:
1. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan) sehubungan dengan kehilangan integritas kulit/fraktur
Tujuan: Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur dengan kriteria:
- Stabilitas pada sisi fraktur
- Pembentukan kalus atau mulai penyatuan fraktur dengan tepat.

Intervensi
1. Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi. Beri sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur bila bergerak/membalik
2. Letakan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
3. Sokong fraktur dengan bantal/ gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, papan kaki
4. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi oedema
5. Pertahankan posisi/integritas traksi
6. Kaji integritas alat traksi eksternal
2. Nyeri akut sehubungan dengan spasme otot/imobilisasi
Tujuan: Nyeri hilang dengan kriteria: Rilek; mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/ istirahat dengan tepat.

Intervensi
1. Pertahankan bagian yang sakit dengan tirah baring
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terluka
3. Hindari penggunaan sprei/bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips
4. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki
5. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyaman, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0 – 10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal
6. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera
7. Jelaskan prosedur sebelum memulai
8. Beri obat sebelum perawatan aktivitas
9. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
10. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan-pijatan punggung, perubahan posisi
11. Dorong/ajari teknik manajemen nyeri, latihan nafas dalam, sentuhan teraupeti selidiki keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer sehubungan dengan penurunan aliran darah
Tujuan: Mempertahankan perfusi jaringan dengan kriteria:
- Terabanya nadi
- Kulit hangat
- Sensasi normal
- Sensori biasa
- Tanda-tanda vital stabil
- Haluaran urian adequate untuk situasi individu

Intervensi
1. Lepaskan segala perhiasan/aksesoris yang ada pada ekstremitas yang sakit
2. Evaluasi adanya kualitas nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit
3. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
4. Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motorik/ sensorik untuk melokalisasi nyeri/ ketidaknyamanan
5. Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar/tekan. Selidiki rasa terbakar di bawah gips
6. Perhatikan keluhan nyeri ekstremitas untuk tipe cedera atau peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas
7. Perhatikan tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba, contoh Penurunan suhu kulit dan peningkatan nyeri
8. Latih pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera. Ambuilasi sesegera mungkin
9. Observasi nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki
10. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental
11. Kolaborasi: kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi
4. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas sehubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak
Tujuan: Mempertahankan fungsi pernafasan adequate dengan kriteria:
- Tidak adanya dispnea/sianosis
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal
- GDA dalam batas normal
Intervensi dan rasional
1. Awasi frekuensi pernafasan dan upayanya. Perhatikan stridor penggunaan otot bantu, retraksi terjadinya seanosisi sentral
2. Auskultrasi bunyi nafas, perhatikan terjadinya ketidaknyamanan, bunyi hiperesonan juga adanya gomericik/tonki
3. Atasi jaringan cedera tulang dengan lembut, khususnya selama beberapa hari pertama
4. Beri motivasi dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Reposisi dengan sering
5. Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi, stupor
6. Observasi sputum untuk tanda adanya darah
7. Insfeksi kulit untuk ptekie pada axila
8. Kolaborasi: Beri O2, awasi hasil lab, beri obat sesuai indikasi; kortikosteroid, heparin dosis rendah
5. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri daerah fraktur
Tujuan: Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas fisik dengan kriteria: mampu melakukan aktivitas.
Intervensi
1. Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan memperhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi
2. Dorong partisipasi pada aktivitas terapiotik atau relaksasi. Pertahankan rangsangan lingkungan, contoh; radio, TV, barang milik pribadi, jam, kalender, kunjungan keluarga atau teman
3. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
4. Dorong penggunaan latihan isometric mulai dengan tungkai yang tak sakit
5. Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/ tangan yang sesuai
6. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan menstabilkan fraktur tungkai bawah
7. Instruksikan/dorong menggunakan trapeze dan “Pasca posisi” untuk fraktur tungkai bawah
8. Bantu.dorong perawatan diri/ kebersihan (contoh; mandi, mencukur)
9. Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tingkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas,
10. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing
11. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/nafas dalam
12. Auskultasi bising usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi runin. Tempatkan pada pispot, bila mungkin, atau menggunakan bedpan fraktur. Berikan privasi
13. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000 – 3000 ml/hari termasuk air asam/jus
14. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Pertahankan Penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama
15. Tingkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan pembentukan gas
16. Kolaborasi
a. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi spesialis
b. Lakukan program defekasi (pelunak feses, edem, lakstif) sesuai indikasi
c. Rujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinikal/ahli terapi sesuai indikasi

6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit sehubungan dengan pemasangan traksi pen, kawat, sekrup
Tujuan: Mencegah kerusakan integritas kulit dengan kriteria:
- Mencapai penyembuhan sesuai waktu
- Ketidaknyamanan hilang.
Intervensi
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna kelabu, memutih
2. Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan babas kerutan
3. Ubah posisi dengan sering
4. Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi
5. Untuk traksi kulit + perawatan
a. Bersihkan kulit dengan air sabun hangat
b. Beri tintur benzoin
c. Gunakan plester traksi kulit
d. Lebarkan plaster sepanjang tungkai
e. Tandai garis dimana plester keluar sepanjang ekstremitas
f. Letakan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang
g. Balut lingkar tungkai
h. Palpasi jaringan yang diplester tiap hari
i. Lepaskan traksi kulit tiap 24 jam

7. Resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan kerusakan kulit
Tujuan: Tidak terjadi infeksi dengan kriteria:
- Penyembuhan luka sesuai waktu
- Bebas drainase porulen
- Bebas iritema
- Bebas demam
Intervensi
1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi/ robekan kontinuitas
2. Kaji keluhan peningkatan nyeri
3. Beri perawatan steril sesuai protocol
4. Kaji tonus otot, reflek tendon
5. Selidiki nyeri tiba-tiba, keterbatasan gerak, oedema
6. Lakukan prosedur isolasi
7. Kolaborasi: Periksa lab, beri antibiotik sesuai indikasi



>>

Rabu, 15 Desember 2010

DISLOKASI

DISLOKASI

PENGERTIAN
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (brunner&suddarth).
Keluarnya (bercerainya)kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. islokasi patologik :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic :

Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

ETIOLOGI
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis : terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital penghubung tulang

PATOFISIOLOGI
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).

MANIFESTASI KLINIS

Nyeri terasa hebat.Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X ( pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi.

KOMPLIKASI
Dini
1. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
2. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3. Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut
1. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
2. Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
3. Kelemahan otot

PENATALAKSANAAN
Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.


>>

Senin, 13 Desember 2010

Plexus brachialis

Plexus brachialis


Plexus brachialis adalah anyaman (Latin: plexus) serat saraf yang berjalan dari tulang belakang C5-T1, kmeudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya ke seluruh lengan (atas dan bawah). Serabut saraf yang ada akan didistribusikan ke berberapa bagian lengan.

Plexus brachialis dimulai dari lima rami ventral dari saraf spinal. Rami (tunggal: ramus yang berarti "akar") akan bergabung membentuk 3 trunkus yaitu: trunkus superior (C5 dan C6), trunkus inferior (C7) dan trunkus medialis (C8 dan T1).
Setiap trunkus akan bercabang membentuk dua divisi yaitu divisi anterior dan divisi posterior.

Enam divisi yang ada akan kembali menyatu dan membentuk fasciculus. Tiap fasciculus diberi nama sesuai letaknya terhadap arteri axillaris.
• Fasciculus posterior terbentuk dari tiga divisi posterior tiap trunkus.
• Fasciculus lateralis terbentuk dari divisi anterior trunkus anterior dan medalis.
• Fasciculus medalis adalah kelanjutan dari trunkus inferior.

Cabang-cabang plexus brachialis

3 Cabang dari fasciculus lateralis
1. Nervus pectoralis lateralis
o mempersarafi otot pectoralis major dan otot pectoralis minor.
2. Nervus musculocutaneus
o berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya cabang ini akan menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan atas.
3. Cabang lateral nervus medianus
o memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus medianus.

5 Cabang dari fasciculus posterior
1. Nervus subscapularis superior
o mempersarafi otot subscapularis.
2. Nervus thoracodorsalis
o mempersarafi otot latissimus dorsi.
3. Otot sibscapularis superior
o mempersarafi bagian bawah otot subscapularis dan otot teres major.
4. Nervus axillaris
o mempersarafi otot deltoideus, otot ters minor, sendi bahu, dan kulit di atas bagian inferior deltoideus.
5. Nervus radialis
o mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus, otot brachioradialis dan otot ekstensor lengan bawah.
o mempersarafi kulit bagian posterior lengan atas dan lengan bawah.
o merupakan saraf terbesar dari plexus.

5 Cabang dari fasciculus medialis
1. Nervus pectoralis medialis
o berasal dari C8 dan T1, mempersarafi otot pectoralis major dan otot pectoralis minor.
2. Cabang medial nervus medianus
o memberikan cabang C8 dan T1 untuk nervus medianus.
3. Nervus cutaneus brachii medialis
o mempersarafi kulit sisi medial lengan atas.
4. Nervus cutaneus antebrachii medialis
o mempersarafi kulit sisi medial lengan bawah.
5. Nervus ulnaris
o mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah dan otot-otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah medial.




>>

Jumat, 10 Desember 2010

CVD

Pendahuluan

CVD adalah kasus yang paling sering terjadi. Menurut data WHO setiap tahunnya sekitar 15 juta orang menderita stroke, 5 juta meninggal dan 5 juta mengalami cacad permanent. Mortalitas stroke berkurang dengan kontrol terhadap hipertensi, dan kesadaran akan faktor faktor resiko lainnya. Saat ini stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia, setelah penyakit jantung dan kanker di negara yang berkembang.

Definisi

CVD adalah penyakit otak akibat gangguan pembuluh darah atau supply darah ke otak. Onset-nya akut, 85% karena infark dan 15% karena terjadinya pendarahan

Vaskularisasi otak

Dibagi menjadi 2 daerah sesuai dengan sumbernya:
1. Sirkulasi anterior
- Aa. Carotis communis --> A. carotis interna
A. cerebri anterior, A. communicans posterior, A. opthalmica, A. cerebri media
2. Sirkulasi posterior
- Aa. vertebralis
A. basilaris, A. cerebri posterior, Aa. pontin, Aa. cerebellares

Etiologi

CVD dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu:
1. Aliran darah yang berkurang akibat penurunan tekanan darah
- gangguan pompa jantung : hipotensi, hipoperfusi
2. Penyumbatan aliran darah
- penyempitan lumen pembuluh darah : trombosis
- penyumbatan karena benda asing : emboli
3. Pecahnya pembuluh darah
- pendarahan parenchym
- pendarahan sub-arachnoid

Pembagian stroke berdasarkan gambaran klinis dan perjalanan penyakit
• Eminent (impending) stroke ; gejala masih ringan, stroke sedang mengancam, dapat berupa pusing, sakit kepala, parestesia, ataksia, dan disorientasi
• Stroke in evolution ; gejala-gejala masih bertambah, belum menetap
• Completed stroke ; gejala-gejala tidak berkembang lebih jauh, dan sudah menetap
note : pembagian ini tidak memberikan gambaran tentang patologis anatomis, dan patofisiologi dalam sususan saraf.

Pembagian stroke berdasarkan patologi anatomi dan patofisiologi susunan saraf

1. Hemoragik (15%)
- sub arachnoid
- parenchymal
2. Iskemik (85%)
- trombosis (75-80%)
- emboli (15-20%)
- Diseksi, vaskulitis, koagulopati, hipotensi (5%)

Stroke iskemik
Definisi
infark otak fokal yang menyebabkan defisit neurologis mendadak lebih dari 1 jam

Klinis
trombosis, emboli, lacunar, venous, hipoperfusi

Etiologi
Trombosis
- Oklusi/stenosis pembuluh darah besar (A. carotis)
- Oklusi/stenosis pembuluh darah cabangh ( A. cerebri media)
- Oklusi pembuluh perforans (lacunar infarction)
Emboli
- Dari plaque di arteri intra/ekstrakranial atau aortic arch
- Dari jantung : gangguan katup jantung, aritmia, penyakit jantung iskemik, endokarditis bacterial/non-bacterial, atrial myxoma, protesis katup jantung, patent foramen ovale, cardiomyopathy
- Emboli lemak, emboli udara, emboli tumor
Lacunar infarcts
- Infark-infark kecil akibat oklusi arteria perforans (karena hipertensi yang lama)
- Penyebab lipohyalinosis arteri
- Pada lansia dengan diabetes atau hipertensi
Lain lain
- Vaskulitis, koagulopati
- Perfusi serebral kurang : hipotensi, aritmia
Faktor resiko stroke
Menderita beberapa penyakit tertentu dapat meningkatkan resiko terkena stroke. Bila dapat mengatasi penyakit tersebut, resiko terkena stroke berkurang.
Pencegahan timbulnya CVD lebih baik dalam menurunkan angka kematian dan kecacatan daripada penatalaksanaan medis ataupun bedah
- Faktor resiko yang dapat diubah
Hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, penyakit jantung, merokok (termasuk perokok pasif), kurang olah raga, kelebihan berat badan, kontrasepsi hormonal, minum alcohol, pengguna narkoba, sleep apnea (henti nafas saat tidur).
- Faktor resiko yang tidak dapat diubah
Usia : resiko akan meningkat 2 kali lipat setelah usia 55 tahun
Suku, jenis kelamin (laki-laki>wanita), riwayat keluarga, pernah mengalami stroke/TIA
Patofisiologi
Ambang batas aliran darah otak (Cerebral Blood Flow/CBF)
- Ambang fungsional
50-60cc/100g/menit, bila melebihi ambang batas maka akan menyebakan terhentinya fungsi neural
- Ambang aktivitas listrik otak
15cc/100g.menit, aktivitas listrik neuronal akan terhenti. Sebagian struktur intrasel dalam proses disintegrasi
- Ambang kematian sel
<15>
Perubahan CBF pada infark
- Aliran darah ke otak berkurang sampai di bawah ambang yang diperlukan untuk mempertahankan sel-sel neuron tetap hidup
- Pada otak terjadi 3 area:
- Inti iskemik : CBF paling rendah, degenerasi neuron, asam laktat tinggi, PO2 rendah, nekrosis
- Penumbra iskemik: di sekeliling inti iskemik, CBF lebih tinggi, neuron tidak mati, fungsi terhenti, PO2 rendah, PCO2 tinggi, asam laktat tinggi, masih mungkin diselamatkan
- Daerah luxury perfusion : sekeliling penumbra, kemerahan dan edema, CBF sangat tinggi, pembuluh darah dilatasi maksimal, kolateral maksimal, PO2 dan PCO2 sangat tinggi
- Besar infark tergantung pada:
- besarnya pembuluh nadi yang terlibat
- ada tidaknya kolateral yang efektif
- lamaya penyumbatan : reversible-irreversibel
- mekanisme homeostatic yang adekuat yang mengatur aliran darah
Kaskade Iskemik
- Merupakan kegagalan aktivitas listrik yang diikuti kegagalan pompa ion, menyebabkan ion K keluar, sedangkan ion Na dan Ca masuk ke dalam sel.
- Akibat iskemi menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, menyebabkan asidosis, laktat yang menumpuk dalam sel, dan turut menyebabkan kematian sel
- Masuknya ion Ca yang berlebihan ke dalam sel akan merusak fosfolipid membrane sel dengan pembentukan asam arachidonat dan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA)
- Pelepasan radikal bebas akan turut mempercepat kematian sel
- Ischemia dan masuknya ion Ca yang berlebihan ke dalam sel juga akan merangsang pelepasan neurotransmitter excitatoris (katekolamin, serotonin, glutamate) yang meningkatkan metabolisme sel, Glutamat akan mempercepat perombakan fosfolipid dan membrane sel, factor factor ini akan mempercepat kerusakan sel (yang terjadi intraseluler)
Edema cerebri
- Pembengkakan otak yang terjadi lebih luas dari daerah yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang terganggu
- Penyebab kematian stroke ischemic karena herniasi yang terjadi pada hari ke 2-6
- Saat ini edema cerebri mencapai puncaknya
- Biasanya terjadi di daerah seputar infark, berikan obat obatan anti udem
- Gejala klinis
Tergantung dari pembuluh nadi yang tersumbat, dan daerah yang divaskularisasi
Terjadi deficit maksimal dalam beberapa menit (pada emboli)
Gejala progresif secara stepwise, diselingi periode stabil
Gangguan peredaran darah
A. A. Cerebri anterior
- kontralateral hemiparese
- tungkai lebih berat dari lengan
- lengan proksimal lebih berat dari lengan distal
- infark bilateral : paraparese (jarang) DD/ mielopati
- gejala lobus frontalis : apati, inhibisi
B. A. Cerebri media
- kontralateral hemiparese
- kontralateral hemi hipertesia
- lengan lebih berat dari tungkai
- hemisfer dominant : afasia (tidak bisa bicara)
- hemisfer non-dominant : hemineglect, constructional apraxia
- hemiapnosia kontralateral
C. A. Cerebri posterior
- kontralateral hemianopsia kecuali bagian macula
- konfusi dan gangguan memori
D. A. Vertebro-basilaris
- vertigo, ataksia, diplopia, nistagmus
- Gangguan medulla oblongata : disartria, disfagia
- Gangguan traktus kortikospinalis ; hemiparese/quadriparese, parese saraf cranial
E. Penetrating arteries
- ganglia basalis, traktus kortikospinalis, kontralateral hemiparese/inkoordinasi, gangguan gerak bola mata
- pure motor stroke
- pure sensory stroke
F. Venae/sinus venosus
- Wanita post partum atau oral contraceptive ; deficit local, sefalgia, kejang
G. Hipoperfusi global serebral
- aritmia jantung : Adam stokes syndrome
- Vaso vagal syncope
- Hipotensi ortostatik
- Amnesia, konfusi, disorientasi
- Tidak ada gejala neurologist fokal
Transient Ischemic Attack (TIA)
Serangan iskemik sepintas
- Gejala neurologist fokal, timbul mendadak, berlangsung beberapa menit, pulih kembali dalam 24 jam
- Kebanyakan TIA <5>
- Merupakan factor resiko penting terjadinya stroke iskemik
- Kebanyakan disebabkan karena emboli
- Gejalanya sama dengan stroke. Amaurosis fugax (transient monocular blindness) <5>
- Karena resiko stroke tinggi, pasien perlu dievakuasi cepat dan dirawat
- Diagnosis :
klinis, thorax foto, EKG, Lab (CBC, profil lipid, gula darah, elektrolit, fungsi ginjal, test koagulasi, urinalisa), neuroimaging (ct scan, mri), carotid Doppler (dengan gelombang ultrasound, menggambarkan aliran adrah carotis, TCD, MRA (melihat pembuluh darah otak), DSA
Penatalaksanaan
- terapi umum (suportif)
stabilisasi jalan nafas
stabilisasi hemodinamik (hiper/hipotensi, turunkan bila sistolik >220, diastolic >120)
pengendalian peningkatan TIK
pengendalian suhu tubuh, penanganan kejang
- pencegahan dan mengatasi komplikasi
aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, decubitus, inf. Saluran kemih, hiperglikemia
- trombolisis
intravenous thrombolysis (Rtpa, stroke <3jam) intra-arterial thrombosis (angiografi, stroke 3-6 jam) resiko pendarahan - carotid endarterectomy pengangkatan plaque di carotis, pada stenosis >70%
- pencegahan stroke berikut
control hipertensi, berhenti merokok, control lipid, anti agregasi platelet, obati sumber emboli (anti koagulan)
Prognosis
20% penderita stoke iskemik meninggal
prognosis dipengaruhi usia, letak lesi, besarnya deficit, penyebab
tingkat kesadaran yang rendah, prognosisnya buruk
rekurensi 5-15%/tahun

>>

Kamis, 09 Desember 2010

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus

Klasifikasi ilmiah

Domain: Bacteria

Kerajaan: Eubacteria

Filum: Firmicutes

Kelas: Bacilli

Ordo: Bacillales

Famili: Staphylococcaceae

Genus: Staphylococcus

Spesies: S. aureus

Nama binomial

Staphylococcus aureus
Rosenbach 1884

Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang mempengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.
Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpa. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat.
Mikrobiologi
S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. Habitat alami S aureus pada manusia adalah di daerah kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S. aureus tidak bersifat patogen (mikroflora normal manusia).
Quorum Sensing
S. aureus memiliki kemampuan Quorum sensing menggunakan sinyal oligopeptida untuk memproduksi toksin dan faktor virulensi .
Faktor Virulensi
Koagulase
S. aureus produksi enzim koagulase yang berfungsi unuk menggumpalkan firinogen di dalam plasma darah sehingga S. aureus terlindung dari fagositosis dan respon imun lain dari inang.
Protein A
Letak protein A ada pada dinding sel S. aureus dan dapat mengganggu sistem imun inang dengan mengikat antibodi immunoglobin G (IgG).
Eksotoksin sitolitik
α-toksin, β-toksin, γ-toksin, dan δ-toksin menyerang membran sel mamalia. α-toksin, β-toksin, dan δ-toksin dapat menyebabkan hemolisis[. δ-toksin juga menyebabkan leukolisis sel inang. Sementara itu, γ-toksin menyebabkan terbunuhnya sel inang.
Enterotoksin
Enterotoksin menyebabkan keracunan makanan. Enterotoksin merupakan superantigen yang lebih stabil pada suhu panas jika dibandingkan dengan S. aureus[2]. enterotoksin (A, B, C, D, dan E) menginduksi diare, muntah dan shock[1].
Leukocidin
Toksin ini memusnahkan leukosit sel inang.
Exfoliatin
Exfoliatin termasuk dalam superantigen juga, menyebabkan sindrom kulit melepuh pada anak-anak.
Resisten penisilin
Hampir semua isolat S. aureus resisten terhadap penisilin G. Hal ini disebabkan oleh keberadaan enzim β-laktamase yang dapat merusak struktur β-laktam pada penisilin. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisilin yang bersifat resisten β-laktamase, contohnya nafcillin atau oksasilin.
Resisten Metisilin (Methicillin-resistant S. aureus/MRSA)
Sebagian isolat S. aureus resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi protein pengikat penisilin. Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotic β-laktam, sehingga terapi β-laktam tidak responsif. Salah satu contoh antibiotik yang digunakan terhadap MRSA adalah vankomisin
Kontrol
Tidak ada vaksin yang efektif terhadap S. aureus. Kontrol infeksi lebih ditujukan pada tindakan menjaga kebersihan, contohnya mencuci tangan.


>>

Rabu, 08 Desember 2010

Histologi Telinga

Histologi Telinga

Telinga luar, aurikula (pinna) terdiri atas tulang rawan elastin, yang ditutupi
kulit disemua sisinya. Meatus auditorius eksterna terdiri atas epitel berlapis skuamosa, terdapat folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar seruminosa. Satu pertiga dinding luarnya terdiri atas tulang rawan elastin dan dua pertiga dinding dalam terdiri atas tulang temporal. Membran timpani terdiri atas dua bagian yaitu pars flaksida dan pars tensa. Pars flaksida merupakan lapisan epidermis dan terdiri dari epitel selapis kuboid. Pars tensa adalah lapisan epidermis dan terdiri dari epitel selapis kuboid.

Telinga tengah, dilapisi oleh selapis epitel gepeng. Di dekat tuba eustachius berangsur berubah menjadi epitel bertingkat silindris bersilia. Tulang – tulang pendengaran ( maleus, incus, dan stapes) memiliki sendi synovial dan dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Telinga dalam, sakulus dan utrikulus terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi gepeng. Makula, daerah kecil pada dinding sakulus dan utrikulus dengan sel – sel neuroepitel.Makula terdiri atas 2 jenis reseptor dan sel penyokong. Sel reseptor ( sel rambut) terdiri atas satu kinosilium dan streosilia. Sel penyokong berada di antara sel – sel rambut berbentuk silindris. Otolit, endapan kristal di permukaan dan terdiri atas kalsium karbonat. Duktus semisirkularis, daerah reseptor di dalam ampula berbentuk tabung panjang dan disebut sebagai krista ampularis.Kupula berbentuk kerucut dan tidak ditutupi otolit. Duktus koklearis terbagi menjadi tiga ruangan yaitu skala vestibularis, media, dan timpani. Sria vaskularis adalah epitel vascular yang terletak pada dinding lateral duktus koklearis dan bertanggungjawab atas komposisi ion di endolimfe. Organ korti mengandung sel rambut sel rambut yang berespons terhadap berbagai frekuensi suara. Sel rambut terdapat pada membrane basiliaris. Barisan streosilia berbentuk w pada bagian luar dan berbentuk v atau linier pada bagian dalam.Tidak terdapat kinosilium. Ujung streosilia terbenam dalam membrane tektorial.

>>

Selasa, 07 Desember 2010

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus

1. Klasifikasi
Divisio : Protophyta
Class : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Family : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus (Tortora, 2001)

2. Morfologi
Bakteri S. aureus cenderung berkelompok, yang bila dilihat dengan mikroskop menyerupai buah anggur. Bakteri ini non-motil, tidak membentuk spora, dan merupakan bakteri gram positif (Todar, 2002).

3. Biakan
S. aureus di laboratorium tumbuh dengan baik pada suhu 37°C. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya adalah 15-40°C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum adalah 35°C (Madigan, 2006).

S. aureus bersifat anaerobik fakultatif, katalase positif, koagulase positif, memfermentasi glukosa terutama menjadi asam laktat, memfermentasi manitol. Membentuk koloni kuning emas yang cukup besar pada agar yang kaya nutrisi, seringkali bersifat hemolitik pada agar darah (Todar, 2002).

Sifat-sifat Staphylococcus aureus
Koagulase +
Manitol (anaerobik) Asam
DNA-ase +
Keperluan biotin –
Susunan dinding sel :
1. Ribitol +
2. Gliserol -
3. Protein A (presipitinogen) +
Hemolisin alpha +
Pigmen +
Fosfatase +
Novobiosin Susceptible
Trehalose +
Sukrose +
(Lay, 1992; Lynes, 1989)
Reaksi manitol ditujukan untuk mengetahui apakah bakteri tersebut dapat merugikan manitol atau tidak. Biasanya dengan cara ditanam pada media yang mengandung manitol kemudian diinkubasi dan selanjutnya diamati warna yang terjadi di sekeliling koloni. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya zona kuning di sekeliling koloni bakteri (Merck, 2005).

4. Penyakit yang Ditimbulkan
Menimbulkan infeksi bernanah dan abses. Infeksinya akan lebih berat apabila menyerang anak-anak, usia lanjut dan orang yang daya tahan tubuhnya menurun, seperti penderita diabetes melitus, luka bakar dan penderita AIDS. Dapat menyebabkan infeksi pada folikel rambut dan kelenjar keringat, bisul, infeksi pada luka, meningitis, endokarditis, pneumonia, pyelonephritis dan osteomyelitis. Sedangkan di rumah sakit sering menimbulkan nosocomial infections pada bayi, pasien luka bakar atau pasien luka bedah yang sebagian besar disebabkan kontaminasi oleh personil rumah sakit (medis dan paramedis) (Entjang, 2003).

Selain itu S. aureus dapat menyebabkan keracunan makanan jika menelan makanan yang tercemar oleh enterotoksin dari S. aureus misal daging, ikan, susu dan hasil olahannya. Akan timbul diare dan muntah yang terjadi dalam waktu 6 jam setelah menelan makanan yang terkontaminasi (Tortora, 2001; Madigan, 2006).

>>

Senin, 06 Desember 2010

Anatomi Telinga

Anatomi Telinga

Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar , tengah dan dalam. Telinga luar terdiri dari pinna ( bagian daun telinga, aurikula), meatus auditorius eksterna danmembrane timpani. Pinna adalah suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit,
mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran tengah luar.Pintu
masuk ke kanalis telinga ( saluran telinga ) dijaga oleh rambut – rambut halus. Kulit
yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar – kelenjar keringat termodifikasi
yang menghasilkan serumen , suatu sekresi lengket yang menangkap partikel – partikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah partikel asing masuk ke dalam telinga dan mencederai telinga. Membran timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membran timpani umumnya bulat.

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan 6 sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii
media. Pada bagian atas dinding posterior terdapat auditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya adalah saraf fasialis. Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transverses.Dinding lateral telinga tengah adalah tulang epitimpanium dibagian atas, membrane timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bagian yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran koklea pertama. Rongga mastoid berbentuk seperti pyramid bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal.Pada telinga tengah dapat kita jumpai tulang – tulang pendengaran yaitu maleus, incus, dan stapes.Maleus melekat pada membrane timpani sedangkan stapes melekat pada jendela oval. Maleus dan incus dipersarafi oleh saraf trigeminus dan nervus mandibularis dan diikat oleh m.tensor timpani sedangkan stapes dipersarafi oleh nervus fasialis dan diikat m.stapedius. Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustachius adalah yang bertulang sementara dua pertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Tuba dalam keadaan normal tertutup , tetapi dapat dibuat terbukadengan gerakan mengunyah, menguap atau menelan.

Telinga dalam, bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membrane yang terisi endolimfe, satu – satunya cairan ekstraselluler dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe ( tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam kapsul otika bertulang.
Labirin tulang dan membrane memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian
vestibular ( pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara bagian
koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita.

Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri vertebralis.Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah sakala vestibule, berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrane Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrane basiliaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui celah yang dikenal sebagai helikotrema.Terletak diatas membrane basiliaris dari basis ke apeks adalah organ corti, yang mengandung organel – organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ korti terdiri dari satu barisan sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar. Sel – sel ini menggantung lewat lubang – lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel – sel penyokong.Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah rambut. Pada permukaan sel – sel rambut terdapat streosilia yang melekat pada suatu selubung diatasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane tektorial.

Bagian vestibulum telinga dalam bentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung macula yang diliputi oleh sel – sel
rambut. Menutupi sel – sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe.Karena pengaruh gravitasi,
maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel – sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada sel reseptor.

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang
juga merupakan saluran menuju endolimfatikus.Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap macula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara
pada utrikulus. Masing – masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar
membentuk ampula dan mengandung sel – sel rambut Krista. Sel – sel rambut
menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Pembuluh darah telinga ada dua yaitu arteri
temporalis superior dan arteri auricularis superior.

>>

Minggu, 28 November 2010

Undang-Undang Obat


UNDANG – UNDANG TENTANG  FARMASI
 Maksud dan tujuan undang-undang ini adalah menetapkan ketentuan-ketentuan dasar di bidang farmasi dalam rangka pelaksanaan undang-undang tentang Pokok-Pokok Kesehatan   ( undang-undang no. 9 tahun 1960)
Yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah :
Perbekalan  kesehatan di bidang farmasi, yang meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia, bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan, kosmetik dan sebagainya.

Obat  :
Yang dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari binatang, tumbuh-tumbuhan , mineral dan obat syntetis   Yaitu suatu bahan  atau paduan bahan-bahan  yang digunakan untuk menetapakan  diagnosa, mencegah,mengurangkan,menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rokhaniah pada manusia atau hewan,memperelok badan atau badan manusia.

Obat jadi  :
Obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan ,salep, tablet, pil , suppositoria atau bentuk lain  yang mempunyai nama teknis sesuai  dengan F. Indonesia atau buku-buku lain yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Obat Patent :
Obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama sipembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya

Obat baru   :
Obat yang terdiri atau berisi suatu zat baikm sebagai bagian yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat misalnya ; lapisan , pengisi, pelarut, bahan pembantu,aatau komponen lain yang belum dikenal, sehingga tidak diketahui khasiat dan keamanannya.

Obat asli Indonesia :
Adalah  obat yang didapat  langsung  dari bahan- bahan  alamiah di Indonesia, terolah secara  sederhana  atas dasar pengalaman  dan digunakan  dalam pengobatan tradisional.

Alat kesehatan :
Adalah alat yang dipergunakan bagi pemeriksaan, perawatan, pengobatan  dan
pembuatan obat.

PENGGOLONGAN OBAT BERDASARKAN PADA KETEPATAN  PENGGUNAAN  DAN PENGAMANAN  OBAT

Dibagi 5 golongan  yaitu :
1.      Narkotika
2.      Psikotropik
3.      Obat keras
4.      Obat bebas terbatas
5.      Obat bebas

  1. NARKOTIKA
Obat  yang memiliki  khasiat membius  dan menimbulkan  ketagihan  ( adiksi  ) Narkotika merupakan obat  yang diperlukan dalam bidang pengobatan dan ilmu pengetahuan, tetapi  dapat pula menimbulkan ketergantungan  yang sangat merugikan  apabila dipergunakan tanpa pembatasan  dan pengawasan  yang seksama.

Undang-undang tentang narkotika  antara lain  menyebutkan  bahwa Narkotika adalah 
·         Tanaman Papaver Somniferum L, termasuk  biji , buah  dan jeraminya.
·         Opium mentah, getah yang membeku sendiri
·         Opium masak,
·         #  yaitu candu yang berasal  dari opium mentah yang  diolah. 
#   Jicing  : sisa dari candu  setelah diisap
#    Jicingko : hasil  pengolahan jicing
·         Morfina
·         Tanaman koka
·         Kokain mentah
·         Ekgonina
·         Tanaman ganja

Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau tujuan ilmu      pengetahuan.

# Men Kes  memberi izin /   izin khusus  kepada  :

1.      Apotik :
Untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki, atau menyimpan utk persedian   , menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan,mengirimkan dan membawa atau mengangkut narkotik utk pkepentingan pengobatan.

2.    Dokter
Untuk membeli, menyediakan, memiliki, atau menyimpan utk persedian   , menguasai, menjual, menyalurkan, menyerahkan,mengirimkan dan membawa atau mengangkut narkotik utk pkepentingan pengobatan.

3.      Izin khusus  Pabrik Farmasi
 Untuk membeli, menyediakan, memiliki, atau menyimpan utk persedian   , menguasai, memproduksi, mengolah, merakit, menjual, menyalurkan, menyerahkan,mengirimkan dan membawa atau mengangkut narkotik utk pkepentingan pengobatan. Narkotika hanya digunakan untuk  kepentingan pengobatan  dan atau tujuan ilmu pengetahuan

>>