Kamis, 16 Desember 2010

TRAUMA PADA MUSKULOSKELETAL

TRAUMA PADA MUSKULOSKELETAL

1. Kontosio
Adalah injury pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tumpul (pukulan,tendangan,jatuh)

MANIFESTASI KLINIS
1. perdarahan pada daerah injury (ecchymosis)karena rupture pembuluh darah kecil, juga berhubungan dengan fraktur
2. nyeri, bengkak, dan perubahan warna
3. hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan arah yang banyak

INTERVENSI KEPERAWATAN
A. mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman
1. tinggikan daerah injury
2. berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian)untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
3. berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
4. lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
5. kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi

B. Jadual aktivitas
1. anjrkan ROM pada semua sendi
2. Bantu aktivitas yang dilakukan bila diperlukan
3. ajarkan pada pasien latihan berlebihan yang harus dihindari
4. ajarkan pada pasien untuk menghindari kekambuhan
2. Strains and Sprains (tegangan dan keseleo)

• Strains adalah sobekan kecil pada otot disebabkan karena gaya yang berlebihan, regangan, atau penggunaan yang berlebihan
• Sprains adalah injury pada struktur ligamen disekitar persendi; biasanya disebabkan oleh terkilir sehingga menurunkan stabilitas sendi

Manifestasi klinis
• Strains :
– Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot
• Sprain :
– Bengkak cepatàextravasasi darah dalam jaringan
– Nyeri pada sendi
– Nyeri bertambah pada jam-jam pertama seiring bertambah bengkak
– X-ray : area keseleo tampak tidak ada injury tulang

Intervensi Keperawatan
• Mengurangi nyeri
1. Berikan kompres dingin (kirbat es) selama 15-20 menit secara intermittent selama 12 - 36 jam àvasokonstriksi akan memperlambat ekstravasasi darah dan limpa sertamenekannyeri
2. Setelah 24 jam, berikan kompres hangat (15 – 30 mnt, 4 x perhari)à meningkatkan penyerapan
3. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan analgetik sesuai anjuran
• Immobilisasi area injury untuk penyembuhan
1. Splint dan immobilisasi area injury
2. Tinggikan ekstremmitas injury untukmeminimalkan benkak
3. Gunakan pembebat elastis (tensokrep)

3. Traumatic Joint Dislocation

Adalah terjadi ketika permukaan tulang sendi tidak sesuai dengan posisi anatomi. Dislokasi merupakan keadaan emergensi karena berhubungan dengan kerusakan aliran darah dan persarafan disekitarnya
MANIFESTASI KLINIS
1. nyeri
2. deformitas
3. perubahan panjang daerah extremitas
4. kerusakan gerakan yang normal
5. x-ray menunjukkan adanya dislokasi tanpa berhubungan dengan fraktur

PENATALAKSANAAN
1. immobilisasi area dislokasi selama pasien dibawa ke UGD
2. lakukan reduksi area dislokasi (mengembalikan ke posisi anatomi yang normal) sesegera mungkin jika perlu menggunakan anesthesia
3. stabilisasi reduksi selama penyembuhan struktur sendi
4. monitor perkembangan sambungan
INTERVENSI KEPERAWATAN
A. pemberian rasa nyaman
1. gunakan anesthesia pada saat melakukan reduksi
2. berikan obat-obtan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman
3. immobilisasi sendi

B. pemenuhan ADL
1. Bantu pasien dalam memenuhi ADL yang dibutuhkan
2. berikan KIE yang dibutuhkan pasien dengan keterbatasan aktivitas, terapi rehabilitasi, dan monitor sambungan sendi setiap saat

4. Fraktur

Definisi Fraktur:
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. (Aswin, dkk,; 1986).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabakan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada lengan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Klasifikasi Klinis:
1. greenstick fracture; terjadi pada anak-anak, tulang patah di bawah lapisan periosteum yang elastis dan tebal (lapisan periosteum sendiri tidak rusak).
2. Fissura fraktur; patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang berarti.
3. complete fracture; patah tulang yang disertai dengan terpisahnya bagian-bagian tulang.
4. Comminuted fracture; tulang patah menjadi beberapa fragmen.
5. Fraktur tekan (stress fracture); kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.
6. Impacted fracture; fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke arah dalam tulang satu sama lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan di antara fragmen-fragmen itu.
7. Fraktur Tertutup (Simple): Faktur tidak meluas melewati kulit
8. Fraktur Terbuka (compaund): Fraktur tulang meluas melewati otot dan kulit
9. Fraktur Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang

Derajat Patah Tulang Terbuka
1. Derajat I : laserasi < 2 cm, pada fraktur sederhana, dislokasi fragmen tulang minimal 2. Derajat II : laserasi > 2 cm, kontusio otot disekitarnya, disklokasi fragmen
jelas.
3. Derajat III : luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya,
komunitif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Gambaran klinis fraktur:
1. Riwayat trauma.
2. Nyeri, pembengkakan dan nyeri pada daerah fraktur (tenderness).
3. Perubahan bentuk (deformitas).
4. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat.
5. Gerakan-gerakan yang abnormal.
6. Krepitasi.

Prinsip terapi fraktur
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi atau pengenalan (Price & Wilson, 1985);
Rekognisi yaitu pengenalan mengenai dignosis pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang berperanan dan deskripsi tentang kejadian tersebut oleh klien sendiri, menentukan kemungkinan tulang yang patah, yang dialami dan kebutuhan pemeriksaan spesifik untuk fraktur.
2. Reduksi; pemilihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur (Sabiston, 1984)
Reposisi.
Fraktura tertutup pada tulang panjang seringkali ditangani dengan reduksi tertutup. Untuk mengurangi rasa sakit selama tindakan ini klien dapat diberi narkotika intravena, obat penenang (sedatif atau anastesia blok saraf lokal).
Traksi kontinu; dengan plester felt melekat di atas kulit atau dengan memasang pin trafersa melalui tulang, distal terhadap fraktur.
Reduksi terbuka bedah, biasanya disertai sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat pin, batang atau sekrup.

3. Imobilisasi (Sabiston, 1995) atau retensi reduksi (Wilson & Price, 1985)
Bila reduksi telah tercapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Berbagai teknik digunakan untuk imobilisasi, yang tergantung pada fraktur:
Fraktur impaksi pada humerus proksimal sifatnya stabil serta hanya memerlukan ambin atau balutan lunak
Fraktur kompresi (impaksi) pada vertebra, tepat diterapi dengan korset atau brace
Fraktur yang memerlukan reduksi bedah terbuka biasanya diimobilisasi dengan perangkat keras interna, imobilisasi eksternal normalnya tidak diperlukan.
Fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan gibs, gibs fiberglas atau dengan brace yang tersedia secara komersial
Semua pasien fraktur perlu diperiksa untuk menilaian neurology dan vascular. Adanya nyeri, pucat, prestesia, dan hilangnya denyut nadi pada ekstremitas distal merupakan tanda disfungsi neurovaskuler.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan ekstrimitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai.

4. Pemulihan fungsi (restorasi) atau rehabilitasi (Price & Wilson 1985, Sabiston 1995)
Sesudah periode imobilisasi pada bagian manapun selalu akan terjadi kelemahan otot dan kekakuan sendi. Hal ini dapat diatasi dengan aktivitas secara progresif, dan ini dimudahkan dengan fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai dengan fungsi sendi tersebut. Adanya penyambungan yang awal dari fragmen-fragmen sudah cukup menjadi indikasi untuk melepas bidai atau traksi, akan tetapi penyambungan yang sempurna (konsolidasi) seringkali berlangsung dalam waktu yang lama. Bila konsolidasi sudah terjadi barulah klien diijinkan untuk menahan beban atau menggunakan anggota badan tersebut secara bebas.
Pengelolaan Fraktur
Contoh fraktur Konservatif Operatif
Pro teksi Repo sisi Immobilisasi Traksi Immobilisasi Pros tesis
Reposisi Fiksator ekstern Pin intra meduler Pelat dan sekrup
Tulang rusuk + - - -
Tungkai bwh + - + -
Radius distal + + + -
Femur tibia + + + + +
Kolum femur + + + +
Femur tibia humerus + + +

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut:
1. Stadium pembentukan hematom;
Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek.
Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (peristeum & otot).
Terjadi sekitar 1 – 2 x 24 jam.
2. Stadium proliferasi sel/implamasi;
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur.
Sel-sel ini menjadi precusor osteoblast.
Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang.
Prolifferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
Terjadi setelah hari ke 2 kecelakaan terjadi.
3. Stadium pembentukan kallus;
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).
Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.
Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
4. Stadium konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu.
Secara bertahap menjadi tulang mature.
Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
5. Stadium remodeling;
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.
Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada tanda penebalan tulang.

Penyembuhan fraktur disertai faal memadai umumnya dapat dicapai dengan:
1. immobilisasi dengan gips dan/atau traksi
2. mempertahankan penjajaran
3. pencegahan rotasi
4. latihan persendian secara aktif
5. penggunaan keempat ekstremitas (kecuali yang diimobilisasi)

Faktor-faktor yang menghambat penyambungan (union) fragmen-fragmen;
1. Luas fraktur.
2. Reposisi yang tidak memadai.
3. Imobilisasi yang tidak memadai ditinjau dari segi waktu maupun luas imobilisasi.
4. Sepsis atau tindakan pembedahan.
Faktor-faktor yang mencegah terjadinya penyambungan (union) fragmen-fragmen;
1. Interposisi jaringan lunak seperti otot di antara ujung-ujung fraktur.
2. Imobilisasi yang tidak memadai.
3. Traksi yang berlebihan (distraksi), sehingga mencegah peyambungan oleh callus.
4. Infeksi.

Sindroma kompartemen sering kali ditemukan pada fraktur tungkai bawah yang ditandai
1. Nyeri (pain)
2. Parestesia karena rangsangan saraf perasa
3. Pale (pucat) karena iskemis 5 P
4. Paralisis atau paresis karena gangguan saraf motorik
5. Pulse (nadi) yang sulit diraba lagi

Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
1. Debridement
2. Pemberian Tetanus Toksoid
3. Pemeriksaan Kultur Jaringan
4. Pemberian rawat luka dengan kompres terbuka
5. Pemberian antibiotic
6. Pemantauan gejala infeksi
7. Menutup luka setelah dipastikan tidak ada infeksi
8. Immobilisasi pada ekstremitas yang patah

Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan rontgen : untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur atau trauma
2. Scan tulang. CT Scan, MRI : untuk memperlihatkan fraktur dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
4. Hitung darah lengkap : peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau cedera hati

Masalah Keperawatan: Masalah Kolaborasi: Infeksi
1. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan)
2. Nyeri akut
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer
4. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas
5. Gangguan mobilitas fisik
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan jaringan kulit
7. Resiko tinggi terhadap infeksi

Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Keperawatan:
1. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan) sehubungan dengan kehilangan integritas kulit/fraktur
Tujuan: Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur dengan kriteria:
- Stabilitas pada sisi fraktur
- Pembentukan kalus atau mulai penyatuan fraktur dengan tepat.

Intervensi
1. Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi. Beri sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur bila bergerak/membalik
2. Letakan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
3. Sokong fraktur dengan bantal/ gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, papan kaki
4. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi oedema
5. Pertahankan posisi/integritas traksi
6. Kaji integritas alat traksi eksternal
2. Nyeri akut sehubungan dengan spasme otot/imobilisasi
Tujuan: Nyeri hilang dengan kriteria: Rilek; mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/ istirahat dengan tepat.

Intervensi
1. Pertahankan bagian yang sakit dengan tirah baring
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terluka
3. Hindari penggunaan sprei/bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips
4. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki
5. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyaman, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0 – 10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal
6. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera
7. Jelaskan prosedur sebelum memulai
8. Beri obat sebelum perawatan aktivitas
9. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
10. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan-pijatan punggung, perubahan posisi
11. Dorong/ajari teknik manajemen nyeri, latihan nafas dalam, sentuhan teraupeti selidiki keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer sehubungan dengan penurunan aliran darah
Tujuan: Mempertahankan perfusi jaringan dengan kriteria:
- Terabanya nadi
- Kulit hangat
- Sensasi normal
- Sensori biasa
- Tanda-tanda vital stabil
- Haluaran urian adequate untuk situasi individu

Intervensi
1. Lepaskan segala perhiasan/aksesoris yang ada pada ekstremitas yang sakit
2. Evaluasi adanya kualitas nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit
3. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
4. Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motorik/ sensorik untuk melokalisasi nyeri/ ketidaknyamanan
5. Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar/tekan. Selidiki rasa terbakar di bawah gips
6. Perhatikan keluhan nyeri ekstremitas untuk tipe cedera atau peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas
7. Perhatikan tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba, contoh Penurunan suhu kulit dan peningkatan nyeri
8. Latih pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera. Ambuilasi sesegera mungkin
9. Observasi nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki
10. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental
11. Kolaborasi: kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi
4. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas sehubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak
Tujuan: Mempertahankan fungsi pernafasan adequate dengan kriteria:
- Tidak adanya dispnea/sianosis
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal
- GDA dalam batas normal
Intervensi dan rasional
1. Awasi frekuensi pernafasan dan upayanya. Perhatikan stridor penggunaan otot bantu, retraksi terjadinya seanosisi sentral
2. Auskultrasi bunyi nafas, perhatikan terjadinya ketidaknyamanan, bunyi hiperesonan juga adanya gomericik/tonki
3. Atasi jaringan cedera tulang dengan lembut, khususnya selama beberapa hari pertama
4. Beri motivasi dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Reposisi dengan sering
5. Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi, stupor
6. Observasi sputum untuk tanda adanya darah
7. Insfeksi kulit untuk ptekie pada axila
8. Kolaborasi: Beri O2, awasi hasil lab, beri obat sesuai indikasi; kortikosteroid, heparin dosis rendah
5. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri daerah fraktur
Tujuan: Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas fisik dengan kriteria: mampu melakukan aktivitas.
Intervensi
1. Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan memperhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi
2. Dorong partisipasi pada aktivitas terapiotik atau relaksasi. Pertahankan rangsangan lingkungan, contoh; radio, TV, barang milik pribadi, jam, kalender, kunjungan keluarga atau teman
3. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
4. Dorong penggunaan latihan isometric mulai dengan tungkai yang tak sakit
5. Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/ tangan yang sesuai
6. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan menstabilkan fraktur tungkai bawah
7. Instruksikan/dorong menggunakan trapeze dan “Pasca posisi” untuk fraktur tungkai bawah
8. Bantu.dorong perawatan diri/ kebersihan (contoh; mandi, mencukur)
9. Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tingkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas,
10. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing
11. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/nafas dalam
12. Auskultasi bising usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi runin. Tempatkan pada pispot, bila mungkin, atau menggunakan bedpan fraktur. Berikan privasi
13. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000 – 3000 ml/hari termasuk air asam/jus
14. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Pertahankan Penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama
15. Tingkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan pembentukan gas
16. Kolaborasi
a. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi spesialis
b. Lakukan program defekasi (pelunak feses, edem, lakstif) sesuai indikasi
c. Rujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinikal/ahli terapi sesuai indikasi

6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit sehubungan dengan pemasangan traksi pen, kawat, sekrup
Tujuan: Mencegah kerusakan integritas kulit dengan kriteria:
- Mencapai penyembuhan sesuai waktu
- Ketidaknyamanan hilang.
Intervensi
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna kelabu, memutih
2. Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan babas kerutan
3. Ubah posisi dengan sering
4. Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi
5. Untuk traksi kulit + perawatan
a. Bersihkan kulit dengan air sabun hangat
b. Beri tintur benzoin
c. Gunakan plester traksi kulit
d. Lebarkan plaster sepanjang tungkai
e. Tandai garis dimana plester keluar sepanjang ekstremitas
f. Letakan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang
g. Balut lingkar tungkai
h. Palpasi jaringan yang diplester tiap hari
i. Lepaskan traksi kulit tiap 24 jam

7. Resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan kerusakan kulit
Tujuan: Tidak terjadi infeksi dengan kriteria:
- Penyembuhan luka sesuai waktu
- Bebas drainase porulen
- Bebas iritema
- Bebas demam
Intervensi
1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi/ robekan kontinuitas
2. Kaji keluhan peningkatan nyeri
3. Beri perawatan steril sesuai protocol
4. Kaji tonus otot, reflek tendon
5. Selidiki nyeri tiba-tiba, keterbatasan gerak, oedema
6. Lakukan prosedur isolasi
7. Kolaborasi: Periksa lab, beri antibiotik sesuai indikasi



>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar