Minggu, 25 September 2011

Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


Definisi
Sistemik lupus erytematosus adalah penyakit otoimun kronis yang di tandai dengan berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan inflamasi padaa berbagai organ. Oleh karena bersifat sistemik maka manifestasinya sangat luas tergantung organ yang terkena mulai dari manifestasi klinis yang ringan berupa ruam atau sampai pada manefestasi klinis yang berat misalnya lupus nefritis lupus cerebral, (lupus neuropsikiatrik) pnemonitis, perdarahan paru. Perjalanannya penyakitnya bersifat fluktuatif yang di tandai dengan periode tenang dan eksaserbasi.
Prevalensi dan insiden
SLE lebih banyak di jumpai pada wanita umur antara 13-40 th dengan perbandingan perempuan : laki 9:1 diduga ada kaitan faktor hormon dengan patogenensis. Dari berbagai lapora penelitian prevalensi masing masing suku berbeda di perkirakan 15-50 kasus per 100.000 penduduk. Pada suku2 di asia diperkirakan prevalensi paling tinggi terdapat pada suku cina jepang dan filipina

Etiologi
Genetik, lingkungan hormon dianggap sebagai etiologi SLE, yang mana ketiga faktor saling terkait erat. Faktor lingkungan dan hormon berperan sebagai pencetus penyakit pada invidu peka genetik. Faktor lingkungan yang di anggap sebagai pencetus antara lain infeksi, sinar ultraviolet, pemakaian obat2 an, stres mental maupun fisik.
Berbagai gen di duga berperan pada SLE. Sehingga manifestasi klinis SLE  sangat heterogen. Perbedaan gen berperan pada manifestasi SLE. HLA –DR2 lebih menunjukkan gejala lupus nefritis yang menonjol, sedangkan pada HLA-DR3 lebih menunjukkan gejala muskuloskeletal.

Patogenesis
Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi Proses diawali dengan faktor pencetus yang ada di lingkunagan, dapat pula infeksi, sinar ultraviolet atau bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respons imun di dalam tubuh yaitu
  1. Sel T dan B menjadi otoreaktif
  2. Pembentukan sitokin yang berlebihan
  3. Hilangnya regulator kontrol pada sisitem imun, antara lain
    1. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun sitokin di dalam tubuh
    2. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
    3. Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen karena adanya mimikri molekul
Akibat proses tersebut , maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam tubuh yang di sebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi2 yang membentuk kompleks imun . kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan /organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan
Antibodi2 yang terbentuk pada SLE sangat banyak, antara lain  Antinuclear antibodi (ANA), anti double staranded DNA (ds DNA), anti-ss A (Ro), anti-ss B (La), antiribosomal P antibody, anti Sm, sd-70
Selain itu hilangnya kontrol sistem imun pada patogenesis lupus juga diduga berperan pada timbulnya gejala klinis pada SLE

Gambaran klinis
Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis yang tidak spesifik antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan berat badan menurun.
Manifestasi sistem muskulo skeletal
Dapat berupa artalgia yang hampir di jumpai sekitar 70% atau atritis yang di tandai dengan sendi yang bengkok, kemerahan  yang kadanga kadang disertai efusi, sendi sendi yang sering tekena antara lain sendi jari2 tangan, siku, bahu, dan lutut. Artritis pada SLE kadang menyerupai artritis reumatoid, bedanya adalah artritis pada SLE sifatnya nonerosif
Sistem mukokutaneus
  1. Kutaneus lupus akut: malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE, yaitu bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan di tandai dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut kutaneus lain yaitu bentuk morbili, ruam makular, fotosensitif, papulodermatitis, bulosa, toksik epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat fotosensitif
  2. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema , psoriatik LE, pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut lupus ini sangat erat hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya sembuh tanpa meninggalkan scar.
  3. Kutaneus lupus kronis. Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa bercak kemerahan denga kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan rekuren pada lesi yang kronik ditan dai dengan parut dan atropi pada daerah sentral dan hiperpigmentasi pada daerah tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada kulit kepala yang sering menimbulkan kebotakan yang irreversible. Daun telinga leher , lengan dan wajah juga sering terkena panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan inflamasi pada lapisan bawah dari dermis dan jaringan subkutan. Gambaran klinisnyaberupa nodul yang sangat dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3cm. Hanya di temukan sekitar 2 % pada penderita SLE
  4. Nonspesifik kutaneus lupus ; vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70% pasien . manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah yang terkena . bentuknya bermacam macam antara lain :
    1. Urtikaria
    2. Ulkus
    3. Purpura
    4. Bulosa, bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan epidermal junction
    5. Splinter hemorrhage
    6. Eritema periungual
    7. Nailfold infar bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan
    8. Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai .pada umumnya biopsi pada tempat ini menunjukkan leukosistoklasik vaskulitis
    9. Raynould phenomenon. Gambaran khas dari  raynouls phenomenon ini adanya vasospasme, yang di tandai dengan sianosis yang berubah menjadi bentuk kemerahan bila terkena panas. Kadanga disertai dengan nyeri. Raynould phenomenon ini sangat terkait dengan antibodi U1 RNP
    10. Alopesia. Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai dengan aktifitas penyakitbiasnya bersifat difus tanpa adanya jaringan parut. Kerontokan rambut biasanya di mulai pada garis rambut depan. Pada keadaan tertentu bisa menimbulkan alopecia yang menetap di sebabkan oleh diskoid lupus yang meninggalkan jaringan parut
    11. Sklerodaktili. Di tandai dengan adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan pada tangan akibat dari perubahan tipe skleroderma. Hanya terjadi pada 7% pasien
    12. Nodul rheumatoid. Ini dikaitkan dengan antibodi Ro yang positif dan adanya reumatoid like artritis
    13. Perubahan pigmentasi. Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang terpapar sinar matahari
    14. Kuku. Manifestasinya bisa berupa nail bed atrofy atau telangektasi pada kutikula kuku
    15. Luka mulut (oral ulcer) luka pada mulut yang terdapat pada palatum molle atau durum mukosa pipi, gusi dan biasanya tidak nyeri
Gamabaran histopatologis kutaneus lupus yaitu didapatkannya kompleks imn yang berbentuk seperti pita pada daerah epidermal junction (lupus band)
Manifestasi pada paru
Dapat berupa pnemonitis, pleuritis, atau pun pulmonary haemorrhage, emboli paru, hipertensi pulmonal, pleuritis ditandai dengan nyeri dada atau efusi pleura, atau friction rub pada pemeriksaan fisik. Efusi pleura yang di jumpai biasanya jernih dengan kadar protein <10.000 kadar glukosa normal
Manifestasi pada jantung
Dapat berupa perikarditis, efusi perkardium, miokarditis, endokarditis, kelainan katup penyakit koroner, hipertensi , gagal jantung , dan kelainan konduksi. Manifestasi jantung tersering adalah kelainan perikardium berupa perikarditis dan efusi perikardium 66%, yang jarang menimbulkan komplikasi tamponade jantung, menyusul kelainan miokardium berupa miokarditis yang di tandai dengan pembesaran jantung dan endokardium berupa endokarditis yang di kenal dengan nama Libmn Sachs endokarditis, sering sekali asimptomatis tanpa di sertai dengan bising katup. Yang sering terkena adalah katup mitral dan aorta
Manifestasi hematologi
Manifestasi kelainan hematologi yang terbanyak adalah bentuk anemia karena penyakit kronis, anemia hemolitik  autoimun hanya di dapatkan pada 10 % penderita. Selain anemia juga dapat di jumpai leukopenia, limphopenia, nitropenia, trombopenia
Manifestasi pada ginjal
Dikenal dengan lupus nefritis. Angka kejadiannya mencapai hampir 50 % dan melibatkan kelainan glomerulus. Gambaran klinisnya bervariasi dengan tergantung derajat kerusakan pada glomerulus dapat berupa hematuri, protein uria, seluler cast,. Berdasarkan kriteria WHO secara histopatologi di bedakan menjadi 5 klas. Sebanyak 0,5% akan berkembang menjadi gagal ginjal kronis. Lupus nefritis ini merupakan petanda prognosis jelek
Manifestasi sistem gastrointestinal
Dapat berupa hepatosplenomegali non spesifik, hepatitis lupoid, keradangan sistem saluran makanan (lupus gut), kolitis
Manifestasi klinis pada sistem saraf pusat
Juga sangat bervariasi, mulai dari depresi sampai psikosis, kejang, stroke, dan lain2. Untuk memudahkan diagnosis American College Rheumatology mengelompokkan menjadi 19 sindrom. Gambaran klinis lupus serebral di kelompokkan dalam 3 bagian yaitu fokla, difus, dan neuropsikiatrik.

Diagnosis
Diagnosis lupus darus didasarkan pada gamabaran klinis yang di dukung dengan pemeriksaan laboratorium. Di dalam klinis sering menimbulkan kesulitan dalam membuat diagnosis karena SLE aktif sering menyerupai gejala penyakit tertentu. Di samping itu, perbedaan aktivitas penyakit manifestasi klinis maupun morbiditas, serta mortalitasnya pada berbagai kelompok suku menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks baik segi diagnostik maupun penanganannya. Meskipun kriteria ACR untuk diagnosa SLE memilik sensitivitas  96% dan spesivitas 96%. Bila memenuhi 4 dari 11 kriteria yang di tetapkan  namun kriteria ini tidak dapat di pakai secara universal di dalam klinis. Klasifikasi ini untuk riset epidemiologi.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sederhana sangat membantu untuk diagnosa lupus. Pada umumnya pemeriksaan darah lengkap untuk melihat jumlah leukosit, trombosit, limfosit dan kadar Hb dan LED. LED yang meningkat menandakan aktifnya penyakit. Urine lengkap untuk melihat adanya protein uria yang merujuk adanya kelainan ginjal yang ditunjang dengan pemeriksaan faal ginjal. Pemeriksaan faal hati membantu untuk melihat adanya autoimun hepatitis, hemolitik anemia, kadar albumin yang rendah . pemeriksaan CRP sangat membantu untuk membedakan lupus aktif dengan infeksi. Pada lupus yang aktif kadar CRP norma atau meningkat tidak bermakna, sedangkan pada infeksi terdapat peningkatan  CRP yang sangat tinggi. Pemeriksaan komplemen C3 dan C4 membantu untuk menilai aktivitas penyakit. Pada keadaan aktif kadar kedua komplemen ini rendah
Pemeriksaan serologi
Tets ANA merupakan pemeriksaan serologi  yang di anjurkan sebagai pemeriksaan serologi awal sebelum pemeriksaan antibodi lainnya. Bila kadar tinggi dengan pola yang homogen dengan pemeriksaan metode Hep2 cel sangat menyokong diagnosis SLE. Selain untuk membantu menegakkan diagnosis, ANA tes juga di pakai untuk menilai aktivitas penyakit. Antibodi antibodi lainnya mempunyai sensitivitas dan spesivitas yang berbeda beda, selain itu antibodi antibodi ini sering kali di kaitkan dengan manifestasi klinisnya. Misalnya kadar dsDNA yang tinggi di kaitkan dengan timbulnya lupus nefritis ds DNA, histone,Sm, RNP, Ro dan La atau antibody phospholipids

Pengobatan
Saat ini mortlitas lupus pada dekade 5 tahun terakhir menunjukkan perbaikan. Five year survival ratenya saat ini hampir 90% sedangkan 15 year survival ratenya berkisar 63-79%. Kemajuan ini disebabkan pendekatan terapi yang lebih agresif dan kemajuan pengguanaan imunosupressan untuk menekan aktifitas penyakit. Prinsip pengobatan adalah ntuk mencegah progresivitas  dan memantau efek samping obat. Sampai saat ini steroid masih digunakan sebagai pilihan utama untuk mengendalikan aktifitas penyakit . steroid adalah hormon yang berfungsi sebagai anti inflamasi dan imunoregulator , yang secara normal di sekresi oleh kelenjar adrenal. Dosis yang dianjurkan 1mg/kg/bb/hari diberikan selama 4 minggu yang selanjutnya di tepering  secara perlahan lahan bila lupus mengenai organ vital atau mengancam jiwa, maka di berikan steroid megadosis yaitu pulse intravena methyl prednisolon (500-1000 mg/hari) selama 3 hari. Pemekaian jangka panjang steroid menimbulkan berbagai efek samping, antara lain. Cushing sindrome , diabetes millitus, dislipiddemia, osteoporosis, osteonekrosis/avaskuler nekrosis, hipertensi, arterosklerosis, meningkatnya resiko infeksi, maka selama pemakaian steroid harus selalu di pantau efek sampingnya, glukokortikoid merupakan hormon steroid yang sangat kuat dengan efek mineralokortikoid yang ringan di banding kortison.
Efek steroid sebagai anti inflamasi
  1. Penghamabat dilatasi dan permeabilitas pembuluh darah
  2. Penghambat migrasi neutrofil ke perifer
  3. penghambat sintesis mediator inflamasi
  4. mengatur pemecahan enzim enzim
  5. mengatur keseimbangan sitokin yang berperan dalam antiinflamasi
efek imunosupresif
  1. limfopeni terhadap sel T
  2. penghambat signal trandusi aktivasi sel T
  3. penghambat sintesis interleukin 2
  4. mengatur permukaan molekul sel T
  5. menghambat sel APC
  6. merangsang sel T apoptosis
dosis glukokortikoid yang di gunakan untuk terapi SLE
  1. pulse dengan dosis 15-30 mg/kg/bb/hari atau 1g/m2 diberikan IV selama 1-3 hari indikasi lupus manifestasi dengan organ yang mengancam jiwa: RPGN, myelopathy, kebingungan akut yang berat, perdarahan paru, vaskulitis, optik pleuritis. Yang perlu di perhatikan  adalah dosis yang sangat besar untuk menimbulkan overload cairan hipertensi dan neuropsikiatrik
  2. dosis sangat tinggi yaitu >1-2 mg/kg/bb di berikan IV atau per oral di gunakan untuk lupus dengan manifestasi organ yang mengancam jiwa. Hindari penggunaan lebih dari 1-2 minggu. Efek samping yaitu timbulnya infeksi yang berat.
  3. Dosis tinggi 0,6-1mg/kg/BB di berikan IV atau peroral. Indikasinya anemi hemolitik, trombopeni, lupus pnemonitis akut
  4. Dosis sedang 0,125-0,5 mg/hari di berikan secara oral untuk neusitisis, pleuritis yang berat, trombopeni
  5. Dosis rendah < 0,125- <0,75 mg/kg/BB/hari indikasi artritis yang tidak respons terhadap NSAID terapi maintenance
Sebagian besar lupus aktif akam merespons dalam waktu 1-2 minggu, khususnya untuk lupus nefritis membutuhkna waktu 2-6 minggu. Bila dalam waktu 1-2 minggu tidak ada perubahan yang mencolok sebaiknya di tambahkan imunosupresif dan dosis steroid segera di turun kan pelan pelan 5 mg/minggu  sampai mencapai dosis 0,5 mg/ hari. Yang perlu di perhatikan bila dosis di turunkan secara cepat atau di turunkan secara pelan akan menimbulkan kekambuhan penyakit dan meningkatkan resiko efek samping steroid. Bila terjadi kekambuhan selama penurunan dosis maka sebaiknya dosis di tingkatkan seperti dosis semula sehingga dapat mengontrol aktivitas penyakit.
Efek samping steroid hipertensi, hipokalemi, hiperglikemia, hiperlipidemia, sklerosis, resiko infeksi, glaukoma katarak, skeletal growth, retardation, jerawat, insomnia, steroid sklerosis, cushing sindrom
Obat obatan lain yang jjuga dapat di gunakan sebagai kombinasi dengan steroid antara lain chloroquin azatioprine, siklosporin, siklophospamide, atau metotrexate. Chloroquin, hydroxychloroquin, adalah anti malaria yang di gunakan untuk terapi lupus, biasanya di gunakan untuk mengontrol lupus cutaneus atau artritis. Efek sampingnya jarang berupa diare, atau rash dan pemakaian jangka panjang menimbulkan efek samping pada retina sehingga di anjurkan untuk evaluasi tiao 6 bulan. Azathioprine (imuran ) dan  siklophospamide adalah obat sitostatik untuk imunosupresan, biasanya di gunakan kombinasi dengan steroid.
Selain terapi farmakologi, terapi nonfarmakologi yang dianjurkan pada penderita SLE yaitu menghindari panas matahari yang terlalu banyak,istirahat yang cukup, hindari stres mental maupun fisik yang berlebihan.

Prognosis
Prognosis lupus sangat tyergabtung pada organ yang terlibat, bila organ yang vital yang terlibat maka mortalitasnya sangat tinggi. Tetapi dengan kemajuan pengobatan lupus, mortalitas ini jauh lebih baik di banding pada 2-3 dekade yang lalu.

>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar