1.1 Anatomi Hati
Hati adalah organ
intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan
orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat
kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Letaknya
berada di bagian teratas rongga abdominal, disebelah kanan, dibawah diagfragma
dan menempati hampir seluruh bagian dari hypocondrium kanan dan sebagian
epigastrium abdomen. Permukaan atas berbentuk cembung dan berada dibawah
diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura
transverses. Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar masuk hati. Batas
atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati
berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari system
porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari system porta yang mengandung
arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. System porta terletak didepan
vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi
menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri
dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8
segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat
mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus
fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relative sedikit,
kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Secara mikroskopis didalam hati manusia
terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang
terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena
sentralis.
Lobus-lobus dari hati
terdiri atas lobulus-lobulus. Sebuah lobulus terdiri atas sel-sel epitel yang
disebut sel-sel hati atau hepatosit. Disusun secara tak beraturan, bercabang,
diantara lapisan-lapisan sel tersebut ada ruang endothelial-lined yang disebut
sinusoid-sinusoid yang diteruskan ke aliran darah.
Sinusoid-sinusoid juga
sebagian terdiri atas sel-sel fagosit dan sel-sel kupffer yang merombak sel-sel
darah merah dan sel darah putih yang telah rusak, bakteri-bakteri dan
senyawa-senyawa beracun. Hati terdiri atas sinusoid-sinusoid yang bergantung
pada tipe pembuluh kapilernya berlapis-lapis dan dihubungkan langsung ke sebuah
vena pusat. Sel-sel ini mensekresikan cairan empedu.
Hati terdiri atas
bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi kurana lebih 60% sel hati,sedangkan
sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system empedu dalam jumlah yang
bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel
kuffer dan sel stellatayang berbentuk seperti bintang. Hepatosit sendiri
dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari efferent vena hepatica dan
duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica dan vena
porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen
secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting
kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membrane hepatosit berhadapan
langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak
pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan petunjuk tempat
permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung
dan desmosom yang saling bertautan dengn sebelahnya. Sinusoid hati memiliki
lapisan endothelial endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh
ruang disse (ruang sinusoida). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding inusoid
adalah sel fagositik. Sel Kuffer yang merupakan bagian penting sistem
retikuloendothellial dan sel stellata disebut sel itu, limposit atau perisit.
Yang memiliki aktifitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran
darah. Sinosoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan
hati. Peningkatan aktifitas sel-sel stellata tampaknya merupakan faktor kunci
dalam pembentukan jaringan fibrotik di dalam hati.
Empedu dihasilkan oleh
hati. Garam empedu yang dihasilkannya memecah agregat lemak hingga memperbesar
luas permukaannya. Bentuk micelles ( agregat dari asam lemak, kolesterol, dan
monogliserida ) yang dihasilkannya membuat lemak dapat larut dalam air. Hal ini
penting dalam mempercepat proses pencernaan lemak. Hati dan kantung empedu
merupakan dua bagian yang tak terpisahkan saat kita membahas tentang empedu.
Secara fisiologis, fungsi
utama dari hati adalah:
1. Membantu dalam
metabolisme karbohidrat
2. Membantu metabolisme
lemak
3. Membantu metabolisme
Protein
4. Menetralisir obat-obatan
dan hormon
5. Menetralisir
obat-obatan dan hormon
6. Mensintesis garam-garam
empedu
7. Sebagai tempat
penyimpanan
8. Sebagai fagosit
1.2 Anatomi dan fisiologi kandung empedu
Kandung empedu merupakan
kantong otot kecil yang berfungsi untuk menyimpan empedu (cairan pencernaan
berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati). Kandung empedu memiliki
bentuk seperti buah pir dengan panjang 7-10 cm dan merupakan membran berotot.
Terletak didalam fossa dari permukaan visceral hati. Kandung empedu terbagi
kedalam sebuah fundus, badan dan leher.
Bagian-bagian dari kandung
empedu :
• Fundus vesikafelea,
merupakan bagian kandung emepedu yang paling akhir setelah korpus vesikafelea.
• Korpus vesikafelea,
bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisis getah empedu. Getah emepedu
adalah suatu cairan yang disekeresi setiap hari oleh sel hati yang dihasilkan
setiap hari 500-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah produksi
meningkat sewaktu mencerna lemak.
• Leher kandung empedu,
merupakan leher dari kandung empedu yaitu saluran yang pertama masuknya getah
empedu ke badan kandung emepedu lalu menjadi pekat berkumpul dalam kandung empedu.
• Duktus sistikus.
Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm. berjalan dari leher kandung emepedu dan bersambung
dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke duodenum.
• Duktus hepatikus,
saluran yang keluar dari leher.
• Duktus koledokus,
saluran yang membawa empedu ke duodenum.
1.3 Fungsi kandung empedu
1. Tempat menyimpan cairan
empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara
mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit
yang dihasilkan oleh sel hati. Untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama
pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu
pencernaan dan penyerapan lemak.
2. Garam empedu
menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut
dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal
dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Berbagai protein yang
memegang peranan penting dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu.
1.4 Proses pembentukkan empedu
Empedu sebagian besar
adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari pencernaan.
Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium dari
asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat/turunan
dari sistin, mempunyai peranan sebagai pengemulsi, penghancuran dari
molekul-molekul besar lemak menjadi suspensi dari lemak dengan diameter ± 1mm
dan absorpsi dari lemak, tergantung dari system pencernaannya. Terutama setelah
garam-garam empedu bergabung dengan lemak dan membentuk Micelles, kompleks yang
larut dalam air sehingga lemak dapat lebih mudah terserap dalam sistem
pencernaan (efek hidrotrofik). Ukuran lemak yang sangat kecil sehingga
mempunyai luas permukaan yang lebar sehingga kerja enzim lipase dari pankreas
yang penting dalam pencernaan lemak dapat berjalan dengan baik. Kolesterol
larut dalam empedu karena adanya garam-garam empedu dan lesitin.
75% dari total Bilirubin
di dalam tubuh diproduksi oleh sel darah yang hancur, sisanya oleh dihasilkan
dari katabolisme protein heme, dan juga oleh inaktivasi eritropoeisis sumsum
tulang. Bilirubin yang tidak terkonjugasi Bersama dengan Albumin ditranspor ke
sirkulasi sebagai suatu kompleks dengan albumin, walaupun sejumlah kecil
dialirkan kedalam sirkulasi secara terpisah. Bilirubin diubah dari larut lemak
menjadi larut air di hati. Kemudian masuk ke sistem pencernaan dalam bentuk
empedu ke duodenum dan dieksresikan menjadi stereobilin. Melalui sirkulasi
menuju ke Ginjal dan diekresikan dalam bentuk urobilin.
II.
Patofisiologi Asites dan Penyakit Bergejala Asites
2.1 Pengertian
Asites
Asites adalah pengumpulan cairan di dalam rongga perut.
Asites cenderung terjadi pada penyakit menahun (kronik). Paling sering terjadi
pada sirosis, terutama yang disebabkan oleh alkoholisme. Asites juga bisa
terjadi pada penyakit non-hati, seperti kanker, gagal jantung, gagal ginjal
dan tuberkulosis. Pada penderita penyakit hati, cairan merembes dari
permukaan hati dan usus. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
![]() ![]() ![]() ![]()
2.2 Penyebab Asites
i.
Kelainan di hati
- Sirosis, terutama yang disebabkan oleh alkoholisme - Hepatitis alkoholik tanpa sirosis - Hepatitis menahun - Penyumbatan vena hepatic
ii.
Kelainan diluar hati
- Gagal jantung - Gagal ginjal, terutama sindroma nefrotik - Perikarditis konstriktiva - Karsinomatosis, dimana kanker menyebar ke rongga perut - Berkurangnya aktivitas tiroid - Peradangan pankreas.
2.3 Gejala Asites
Jika jumlah cairan yang terkumpul tidak terlalu banyak, biasanya tidak menunjukkan gejala. Jumlah cairan yang sangat banyak bisa menyebabkan pembengkakan perut dan rasa tidak nyaman, juga sesak nafas. Jumlah cairan yang sangat banyak, menyebabkan perut tegang dan pusar menjadi datar, bahkan terdorong keluar. Pada beberapa penderita, pergelangan kaki juga membengkak (edema). * Gejala-gejala (symptoms) asites antara lain: 1.Kehilangan selera/nafsu makan (anorexia). 2.Merasa mudah kenyang atau enek (Jw.) (early satiety). 3.Mual (nausea). 4.Nafas pendek/sesak (shortness of breath). 5.Nyeri perut (abdominal pain). 6.Nyeri ulu hati atau sensasi terbakar/nyeri di dada, pyrosis (heartburn). 7.Pembengkakan kaki (leg swelling). 8.Peningkatan berat badan (weight gain). 9.Sesak nafas saat berbaring (orthopnea). 10.Ukuran perut membesar (increased abdominal girth). * Penemuan Fisik (Physical Findings) Hal-hal yang seringkali ditemukan pada penderita asites: 1.Demam (fever) 2.Distensi perut (abdominal distention) 3.Distensi vena jugularis (jugular venous distention) 4.Ensefalopati (encephalopathy) 5.Hernia umbilikalis (umbilical hernia) 6.Kulit kekuningan, ikterus (jaundice) 7.Pembengkakan penis dan skrotum (penile and scrotal edema) 8.Pembesaran hati/hepar (hepatomegaly) 9.Pembesaran limpa/lien (splenomegaly) 10.Perdarahan sistem pencernaan (gastrointestinal bleeding) 11.Perut membesar (bulging flanks)
2.4 Diagnosa Asites
Pada
pemeriksaan perkusi perut, akan terdengar suara tumpul (teredam). USG
digunakan untuk mengetahui adanya asites dan menemukan penyebabnya. Parasintesis
diagnostik dilakukan untuk memperoleh contoh cairan yang selanjutnya akan
diperiksa di laboratorium.
2.5 Pemeriksaan
Asites
1.
Posisi
pasien tidur terlentang
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien 3. Prosedur ini memerlukan tiga tangan 4. Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan dan lengan atas tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal. 5. Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah satu sisi dengan ujung- ujung jari pemeriksa . 6. Rasakan impuls/ getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya atau bisa juga menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan getaran gelombang cairan.
2.6 Pengobatan Asites
Pengobatan dasar dari asites adalah tirah baring dan diet rendah garam, yang biasanya dikombinasika dengan obat diuretik supaya cairan yang dibuang melalui ginjal lebih banyak jumlahnya. Jika terjadi sesak nafas atau susah makan, dilakukan parasintesis terapeutik, dimana dimasukkan jarum untuk membuang cairan yang terkumpul. Tetapi cairan cenderung akan terkumpul kembali, jika tidak diberikan obat diuretik. Sejumlah besar albumin sering ikut terbuang ke dalam cairan perut, sehingga mungkin diperlukan pemberian albumin intravena (melalui pembuluh darah). Kadang terjadi infeksi dalam cairan asites, terutama pada sirosis alkoholik. Infeksi ini disebut peritonitis bakterialis spontan, diobati dengan antibiotik. |
3.1 Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan fisik
sebenarnya merupakan bidang yang cukup luas, dan akan bertambah luas jika
ditambah dengan pemeriksaan yang lebih mengkhusus dengan peralatan yang memang
diperuntukkan untuk salah satu bagian tubuh saja. Makanya, pemeriksaan fisik
haruslah diawali dengan anamnesis (wawancara mengenai riwayat pasien), untuk
lebih mengarahkannya.
Pemeriksaan abdomen
standar seperti inspeksi, auskultas (mendengarkan dengan stetoskop), perkusi
(pemeriksaan dengan mengetukkan jari pada jari tangan yang lagi satu yang
diletakkan pada bagian tubuh yang diperiksa), dan palpasi untuk melihat apakah
ada massa abdomen, nyeri abdomen, dan adanya distensi kolon. Obstruksi usus
pada fase lanjut tidak terdengar bising usus.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan pemeriksaan
abdomen yaitu:
1. Pasien dalam keadaan rilek, untuk memudahkan keadaan tersebut antara lain :
a. Kandung kemih harus kosong
b. Pasien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala dan lutut
c. Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan meletakan tangan diatas kepala
d. Gunakan tangan dan stetoskop yang hangat, caranya dengan menggosokkan kedua telapak tangan dan tempelkan stetoskop pada telapak tangan
e. Pemeriksaan dengan perlahan- lahan
f. Ajaklah pasien berbicara bila perlu dan mintalah pasien untuk menunjukan daerah nyeri
g. Perhatikanlah ekspresi dari muka pasien selama pemeriksaan
1. Pasien dalam keadaan rilek, untuk memudahkan keadaan tersebut antara lain :
a. Kandung kemih harus kosong
b. Pasien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala dan lutut
c. Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan meletakan tangan diatas kepala
d. Gunakan tangan dan stetoskop yang hangat, caranya dengan menggosokkan kedua telapak tangan dan tempelkan stetoskop pada telapak tangan
e. Pemeriksaan dengan perlahan- lahan
f. Ajaklah pasien berbicara bila perlu dan mintalah pasien untuk menunjukan daerah nyeri
g. Perhatikanlah ekspresi dari muka pasien selama pemeriksaan
2. Daerah abdomen mulai dari prosesus xiphoideus sampai simfisis pubis harus terbuka
3. Pemeriksa disebelah kanan pasien
3.2 Urutan Pemeriksaan Abdomen
v Inspeksi
Cara pemeriksaan
1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/ relaksasi otot- otot abdomen
2. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
3. Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
4. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
5. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
6. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/ perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban untuk menandai dimana batas lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh
7. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
8. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik.
1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/ relaksasi otot- otot abdomen
2. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
3. Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
4. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
5. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
6. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/ perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban untuk menandai dimana batas lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh
7. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
8. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik.
v Auskultasi
Pada peritonitis akibat perforasi, peristaltis sering
lemah atau hilang sama sekali karena terjadi ileus paralitik. Pada obstruksi
pilorus didengar adanya kecipak air akibat geseran cairan dan gas dalam lambung
yang distensi. Suara ini biasanya terdengar juga tanpa stetoskop
Cara pemeriksaan
1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala
2. Letakkan kepala stetoskop sisi diapragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
3. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/ karakternya.
4. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
5. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.
6. Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ ada bising usus pada kartu status.
1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala
2. Letakkan kepala stetoskop sisi diapragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
3. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/ karakternya.
4. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
5. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.
6. Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ ada bising usus pada kartu status.
v Perkusi
Pekak hati yang hilang pada perkusi menunjukkan adanya
udara bebas di bawah diafragma, dan ini menandakan terjadinya perforasi saluran
cerna. Perkusi meteoristik yang terbatas di bagian atas perut biasanya
disebabkan oleh obstruksi tinggi.
Lakukan
perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat
melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti
lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat
pada hati,limfa,pankreas,ginjal.
a. Perkusi batas hati
1. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien
2. lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
3. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 sentimeter
b. Perkusi lambung
1. Posisi pasien tidur terlentang
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
4. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
3. Perkusi ginjal
1. Posisi pasien duduk atau berdiri.
2. Pemeriksa dibelakang pasien
3. Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar tangan kanan
4. Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri
a. Perkusi batas hati
1. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien
2. lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
3. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 sentimeter
b. Perkusi lambung
1. Posisi pasien tidur terlentang
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
4. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
3. Perkusi ginjal
1. Posisi pasien duduk atau berdiri.
2. Pemeriksa dibelakang pasien
3. Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar tangan kanan
4. Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri
v Palpasi
Palpasi untuk menentukan kelainan lambung dan duodenum
hendaknya dipandu oleh anamnesis tentang nyeri. Defans muskular menunjukkan
adanya iritasi peritoneum, misalnya karena perforasi. Bila perut tidak tegang
dengan palpasi yang cermat mungkin teraba adanya tumor.
1.
Posisi pasien berbaring
terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya
2.
Lakukan palpasi ringan di tiap
kuadran abdomen dan hindari area yang telah diketahui sebelumnya sebagai titik
bermasalah, seperti apendisitis.
3.
Tempatkan tangan pemeriksa
diatas abdomen secara datar, dengan jari-jari ekstensi dan berhimpitan serta
pertahankan sejajar permukaan abdomen.
4.
Palpasi dimulai perlahan dan
hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk mendeteksi area nyeri, penegangan
abnormal atau adanya massa.
5.
Bila otot sudah lemas dapat
dilakukan palpasi sedalam 2,5 - 7,5 sentimeter, untuk mengetahui keadaaan organ
dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas teraba selama palpasi.
6.
Perhatikan
karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi ukuran,
lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan.
7.
Perhatikan
wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/rasa tidak nyaman.
8.
Bila
ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian lepas
dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan tekanan.
9.
Minta
pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi otot-otot
abdominal.
Area Pemeriksaan :
Kuadran/Regio
i.
Inspeksi
Amati
ü Bentuk Abdomen
ü Massa (bila ada catat bentuk & lokasinya)
ü Bayangan pembuluh darah vena
ii.
Auskultasi
ü Periksa peristaltik usus (Hitung dalam 1 menit)
iii.
Perkusi
ü Amati bunyi pada abdomen (normal : tympani)
ü Cek ada/tidaknya ascites ( shifting dullness)
iv.
Palpasi
ü Amati tanda-tanda nyeri, massa, turgor kulit
ü Lakukan palpasi pada hepar (Ukuran, konsistensi, tepi hepar,
permukaan, nyeri tekan)
ü Lakukan palpasi pada lien (bimanual-garis schufner)
ü Lakukan palpasi untuk melihat ascites
DAFTAR PUSTAKA
http://www.medicastore.com
L. Moore, Keith. 2002. Anatomi Klinis
Dasar. Jakarta : Hipokrates Putz,
Sherwood,
Lauralee. 2004. Human Physiology: From cells to system. 5th ed.
California: Brooks/Cole-Thomson Learning, Inc.
TIM KBK. 2010. Panduan Skills
Laboratory. Bandar Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar