Rabu, 05 Oktober 2011

Terapi Imunosupresi


Sistem imun tubuh dapat membedakan antara antigen diri (self antigen) dengan antigen asing (non-self antigen). Dalam keadaan normal sistem imun memper- tahankan fungsi fisiologis terhadap berbagai perubahan dari luar. Jika suatu antigen asing masuk ke dalam tubuh akan timbul respons imun, tetapi pada keadaan tertentu dapat tidak timbul respons imun. Suatu antigen disebut imunogen bila mampu membangkitkan respons imun, jadi bersifat imunogenik. Sebaliknya kalau tidak menimbulkan respons imun disebut bersifat tolerogenik dan menimbulkan imunotoleransi. Pada keadaan tertentu respons imun dapat memberikan keadaan patologik misalnya pada keadaan hipersensitivitas, atau dapat juga ditimbulkan oleh karena gangguan regulasi sistem imun, autoimunitas, dan defisiensi imun. Imunomodulasi adalah usaha untuk mengembalikan dan memperbaiki keadaan patologik tersebut menjadi normal kembali dengan cara menekan fungsi imun yang berlebihan (imunosupresi), atau memperbaiki sistem imun dengan merangsang sistem imun (imunopotensiasi).
Imunosupresi
Imunosupresi adalah usaha untuk menekan respons imun, jadi berfungsi sebagai kontrol negatif atau regulasi reaktivitas imunologik. Dalam klinik kegunaannya adalah untuk mencegah reaksi penolakan pada transplantasi organ tubuh, dan menekan serta menghambat pembentukan antibodi pada penyakit autoimun. Imunosupresi dapat dilakukan dengan obat imunosupresan, globulin antilimfosit, radiasi, dan tindakan operasi.
Imunosupresan  Imunosupresan yang biasa diberikan adalah kortikosteroid, azatioprin, dan siklosporin A.
  • Kortikosteroid  Mekanisme kortikosteroid sebagai imunosupresan adalah melalui aktivitas anti peradangan, menghambat metabolisme asam arakidonat, menurunkan populasi leukosit, menimbulkan limfopenia terutama sel Th, dan dalam dosis tinggi menekan pengeluaran sitokin dari sel T.
  • Azathioprine dan siklosporin A  Azatioprin adalah inhibitor mitosis, bekerja pada fase S, menghambat sintesis asam inosinat, prekursor purin, asam adenilat dan guanilat. Baik sel T maupun sel B akan terhambat proliferasinya oleh azatioprin. Azatioprin menghambat sintesis purin sel dan mengakibatkan hambatan penggandaan sel. Azatioprin berperan menekan fungsi sistem imun selular yaitu menurunkan jumlah monosit dan fungsi sel K. Pada dosis 1-5 mg/kgBB tidak berpengaruh pada sistem imun humoral. Dengan menurunkan fungsi sistem selular ini maka penerimaan transplan dipermudah dan timbul anergi. Kerugiannya adalah meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan kecenderungan timbul keganasan. Siklosporin menghambat aktifasi sel T dengan menghambat transkripsi gen yang menyandi IL-2 dan IL-2R. Siklosporin A adalah suatu heksa-dekapeptida berasal dari jamur yang mempunyai khasiat menghambat proliferasi dan transformasi sel Th, menghambat sitotoksisitas sel Th, menghambat produksi limfokin sel Th, dan meningkatkan aktivitas sel Ts. Pada transplantasi organ, obat ini meningkatkan masa hidup transplan. Kerugiannya adalah meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan kejadian penyakit limfoproliferatif.
  • Globulin antilimfosit  Globulin antilimfosit merupakan antibodi terhadap limfosit yang mempunyai aktivitas menghambat sel T dan sel B, serta menimbulkan limfositopenia.
  • Radiasi  Radiasi sinar X terutama digunakan karena sifatnya sebagai sitosida pada sel neoplasma tertentu.
  • Lactoferrin  Lactoferrin adalah kandungan air susu ibu, dapat menghambat komplemen dan produksi granulosit dan makrofag melalui pengendalian GM-CSA. Lysozyme, menghambat kemotaksis neutrofil dan pengeluaran oksigen radikal.
  • 1,25-dihydroxy-vitamin D3 Zat ini adalah suatu analog vitamin D yang bersifat sinergis dengan deksametason dalam menghambat Th-1 dalam produksi IFN-g. Hidrolisat kasein dengan Lactobacillus menghambat proliferasi limfosit in vitro.
  • Linomide Pada percobaan binatang menghambat ekspresi gen sitokin Th-1 yaitu IFN-g, IL-2 dan TNF-b.
  • Rekombinan CD58 (rCD58) Rekombinan CD58 menghambat aktivasi dan adhesi sel T, serta menghambat sitotoksisitas sel NK.
Potential fifth-generation immunosuppressive strategies
Immunosuppressive agents could disrupt the antigen-presenting cell (APC) signal by inhibition of uptake and presentation of antigen, activation and differentiation (a); block co-stimulatory signals or agonize inhibitory molecules (b); antagonize antigen signals or proximal activation mediators (c); interrupt cytokine binding to its receptor at the cell surface (d); or inhibit cytokine-signal transduction (e). APC, antigen-presenting cell; CTLA4, cytotoxic T lymphocyte antigen 4; JAK3, Janus kinase 3; L, ligand; MTOR, mammalian target of rapamycin; NFAT, nuclear factor of activated T cells; NF-kappaB, nuclear factor-kappaB; PKB, protein kinase B; R, receptor; STAT5, signal transducer and activator of transcription 5; TCR, T-cell receptor; TLR4, Toll-like receptor 4; ZAP70, zeta-chain-associated protein 70.
Penggunaan Imunosupresi
  • Terapi Imunosupresi Pada Penderita Anemia Aplastik  Terapi imunosupresi (IST) merupakan terapi alternatif utama pada pasien tanpa kesesuaian HLA. Kombinasi dengan antithymocyte globulin (ATG) atau anti-lymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin memberikan respon sekitar 75%. Keberhasilan jangka panjang terapi IST masih belum diketahui pasti. Meningkatnya risiko menjadi myelodysplastic syndrome (MDS) dan acute myeloid leukemia (AML) dapat ditemukan pada anak penderita anemia aplastik dengan terapi IST.
  • Terapi Imunosupresi pada Transplanstasi Ginjal.  Pemeliharaan dengan terapi imunosupresif pada transplanstasi ginjal biasanya menggunakan tiga jenis obat, setiap obat bekerja pada tahapan yang berbeda dalam respon imun.
  1. Inhibitor calcineurin, cyclosporine dan tacrolimus, merupakan terapi utama imunosupresif. Inhibitor calcineurin merupakan agen oral yang paling poten dan telah secara luas dikembangkan untuk ketahanan singkat terhadap reaksi Graft. Efek samping dari cyclosporine termasuk hipertensi, hiperkalemi, tremor, hirsutisme, hipertropi gingival, hiperlipidemi, hiperurikemi, dan kehilangan fungsi renal secara perlahan dan progresif dengan karakteristik pola histopatologik (juga terlihat pada resipien transplantasi jantung dan hati). Efek samping tracolimus umumnya sama dengan cyclosporine, tetapi memiliki resiko lebih tinggi akan terjadinya hiperglikemi dan resiko lebih rendah terhadap hipertensi.
  2. Prednisone seringkali digunakan bersama dengan cyclosporine, setidaknya pada bulan-bulan pertama. Efek samping dari prednisone termasuk hipertensi, intoleransi glukosa, tampilan Cushingoid, osteoporosis, hiperlipidemi, jerawat, dan depresi dan gangguan mental lain.
  3. Mycophenolate mofetil telah terbukti lebih efektif dibandingkan dengan azathioprine pada terapi kombinasi dengan inhibitor calcineurin dan prednisone. Efek samping utama dari mycophenolate mofetil adalah gastrointestinal (yang paling sering adalah diare); leukopenia (dan kadang trombositopenia).
  4. Sironimus adalah agen imunosupresif terbaru yang sering digunakan dengan kombinasi bersama obat-obat lain, terutama saat inhibitor calcineurin tereduksi atau tereliminasi. Efek samping termasuk hiperlipidemi dan ulserasi oral.
>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar